Wednesday, November 16, 2011

One Fine Spring Day, Ceritaku Tentangnya

                        Ini kisahku. Tentangku yang sedang mencinta. Untuk pertama kali dan satu-satunya. Pada seorang wanita. Cerita ini dimulai saat aku mengejar mimpiku di negeri seribu budaya, Indonesia. Sebagai putra dari pemilik perusahaan besar di Korea memang aku harus mengerti sistem marketing di seluruh dunia karena aku dipersiapkan menjadi penerus pimpinan perusahaan. Saat semua orang menyarankanku untuk pergi mencari pengalaman ke negara barat, entah mengapa aku justru memilih Indonesia. 
       
       
      Kalian pasti tak tahu negara itu kan? Negara yang terdiri dari ribuan pulau itu terletak di benua Asia bagian tenggara. Dengan berbagai suku etnis dan budaya yang begitu mengagumkan. Aku mulai jatuh cinta dengan negara ini dari kegemaranku surfing di dunia maya. Aku pun segera mengajukan “proposal” untuk meneliti kemungkinan untuk mengembangkan perusahaan di sana, dan mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham.Petualanganku dimulai. Aku mulai menyurvei kota mana saja yang memungkinkan untuk didirikan cabang perusahaan kami. Jakarta, Medan, Yogyakarta, Bali, dan aku sampai di Surabaya. Kisah cintaku dimulai di Surabaya, yang kata penduduk asli adalah kota pahlawan. 
       
       
      Di sana, di salah satu café kecil di kota itu aku bertemu dengan seorang gadis manis. Gadis itu selalu berada di sudut café. Ya, gadis itu adalah pianis yang selalu menghibur tamu di café. Pertama kali aku melihatnya memainkan lagu Romance de Amor. Aku tersentuh. Dia memainkannya begitu sempurna. Saat memainkan tuts piano matanya seakan selalu tersenyum pada pangunjung. Dan aku selalu merasa dadaku berdebar saat mata kami bertemu. Tak kuragukan lagi. Aku sudah jatuh cinta padanya. Kuberanikan diri untuk mendekati dan menanyakan namanya. Kalian tahu apa jawabannya? Dia hanya tersenyum! Senyum yang sangat manis, tapi senyum itu juga yang selalu diberikan pada pengunjung lain. Tak berarti apa-apa. Saat aku mengenalkan namaku dia kembali tersenyum dan mengangguk lalu pergi masuk ke dalam ruang staf. Sial! Aku benar-benar terpesona. Tapi dia belum menjawab pertanyaanku. Ah mungkin dia malu. Aku akan menanyakannya lagi besok.
Tapi apa yang terjadi? Seminggu sudah aku melakukan hal yang sama dan tak ada hasil. Jawaban yang selalu kudapatkan darinya hanya seulas senyum. Aku sungguh tak mengerti apa maksudnya melakukan hal ini. Oh Tuhan, jangan katakan dia tidak bisa bicara! Tidak! Gadis secantik dan sesempurna dia jangan sampai tidak bisa bicara. Aku menanyakan pada pelayan dan pegawai café di sana. Namun aku juga selalu mendapatkan jawaban yang sama, mereka juga tidak pernah bicara pada Fie, nama gadis itu. ya Ampun! Aku dipermainkan oleh seorang gadis di negeri orang! Saat di negaraku sendiri namaku selalu dielu-elukan, selalu dipuja, dan para gadis selalu mengerumuniku seperti semut yang selalu tahu dimana letak gula. Belum pernah aku merasa begitu gila pada seorang perempuan seperti ini.



Esoknya dia memainkan instrumen dari lagu One Fine Spring Day. Aku tercengang. Dia memainkan lagu korea. Lagu dari negaraku. Aku mengenal pencipta dan penyanyi lagu itu. Ryeowook, sahabatku sendiri. Rupanya dia menyukai lagu sahabatku. Tanpa membuang kesempatan, aku menuliskan pesan di sebuah notes kecil dan kusuruh pelayan mengantarkan padanya. “To: Fie. Bolehkah aku ikut mengiringimu memainkan lagu itu? aku juga menyukainya. Itu lagu buatan sahabatku. By: Siwon”. Gadis itu tampak kaget lalu menoleh padaku. Sekali lagi gadis itu tersenyum dan mengangguk. Terasa seperti disiram hujan bunga hatiku melihat senyumnya, yang kali ini menurutku tak seperti senyum yang selalu diperlihatkannya ke pengunjung. Aku berjalan mendekatinya. Dia menggeser posisi duduknya dan memberikan ruang untukku duduk. Kami mamainkan lagu mulai awal lagi hingga lagu berakhir. Tanpa kami sadari ternyata semua pengunjung di café itu berdiri dan bertepuk tangan untuk kami. Aku merasa begitu senang. Dan gadis di sebelahku juga merasakan hal yang sama. Tiba-tiba kurasakan tangan yang hangat menggenggam tanganku. Tangannya!
Aku menunggunya hingga selesai bekerja. Aku tidak ingin menyiakan kesempatan ini. Dia sudah membuka diri untukku. Dan ternyata dia tidak bisu! Terima kasih Tuhan. Meskipun kata yang keluar dari bibirnya hanya beberapa patah kata saja. Paling panjang yang bisa kudengar hanya satu kalimat saja. Kami berbincang sepanjang malam itu, dengan cara kami sendiri. Aku berbicara, dan dia menulis, meskipun terkadang juga bicara. Ternyata selain pandai memainkan piano suaranya juga terdengar sangat merdu. Aku heran mengapa dia tidak pernah menyapa pengunjung dengan suara indahnya. Dia adalah anak dari seorang pelukis yang pernah terkenal di Surabaya. Dia mengalami kesulitan berbicara semenjak kematian ayahnya. Dia mengalami traumatis parsial karena melihat ayahnya meninggal tertabrak mobil tepat di depan matanya. Saat ia menceritakan kisahnya rasanya seperti aku juga ada waktu kejadian itu. aku juga seperti merasakan apa yang ia rasakan. Meskipun ia hanya menuliskan di notes yang selalu ia bawa. Aku mengerti sekarang mengapa dia tak pernah bicara dengan siapapun.
***


Dua bulan sudah aku ada di Surabaya. Aku memilih kota ini untuk pendirian cabang Hyundai Department Store dan Hyundai Korean cuisine. Dan proposal rekomendasi pun sudah ku kirimkan ke kantor pusat di Seoul. Aku tinggal menunggu hasilnya. Setiap hari aku selalu menyempatkan datang ke café dan menunggu sampai Fie, gadis yang berhasil mengobrak-abrik hatiku selesai bekerja dan mengantarnya pulang. Waktu kami untuk berbincang hanya selama perjalananku mengantarnya pulang. Semakin lama kami semakin dekat. Malam ini aku memberanikan menyatakan perasaanku dan memintanya untuk menjadi kekasihku. Dia menundukkan kepala dan kulihat butiran air mata menetes dari matanya. Tidak! Apa aku sudah berbuat salah? Apa aku terlalu cepat memintanya menjadi kekasihku? Apa waktu dua bulan itu terlalu cepat? Kuangkat dagunya sejajar dengan pandanganku. Kutanya apa ada yang salah. Dia menggeleng dan langsung memelukku. Dia menerimaku! Terima kasih Tuhan! Kukira tadi ada yang salah. Dia melepaskan pelukannya, kuhapus air mata dari pipinya. Wajahnya begitu halus, putih dan tak bernoda, dengan mata yang begitu bening dan memancarkan cintanya untukku. Kudekatkan wajahku, kukecup bibir mungilnya. Terasa manis sekali. Kukatakan padanya mulai malam ini dia gadisku. Dan aku miliknya. Wajahnya memerah mendengarnya. Aku yang semakin gemas kembali memeluknya. Aku yakin kalian semua pasti tahu bagaimana perasanku kan? Seperti berjalan-jalan di surga. Hahaha…
Seminggu sudah kami resmi jadi sepasang kekasih. Hari-hari kami lalui dengan begitu bahagia. Aku sekarang jadi pelanggan tetap di café tempatnya bekerja. Pemiliknya bahkan sampai mengenalku, karena Fie sering mengajakku bermain piano bersamanya. Begitu tahu aku akan mengembangkan perusahaan di Indonesia, pemilik café itupun mengajak perusahaan kami untuk bekerjasama. Akhirnya aku tidak hanya ke café itu untuk menjemput Fie, tetapi juga membicarakan tentang bisnis mendirikan cabang café.
***



Kalian tahu, aku begitu menikmati tinggal di kota ini sampai-sampai aku lupa kalau aku bukan warga negara di sini. Sampai suatu waktu, tepat satu bulan sebelum ulang tahun pertama hubungan kami, aku mendapatkan e-mail dari kantor pusat. Ternyata proposal yang kuajukan mendapat sambutan baik, dan aku diminta kembali ke Korea untuk membicarakan rencana perusahaan selanjutnya. Ini berita yang kutunggu, sungguh berita baik. Aku akan mengungkapkan rencanaku untuk mengajukan diri mengelola cabang perusahaan di Indonesia. Semoga mereka mengerti.


Aku berencana menceritakan berita bahagia ini padanya, Fie, malam ini. Aku mengajaknya makan malan. Gadis yang sedang duduk di depanku ini tampak cantik, seperti biasa. Dia mengenakan terusan merah muda yang kuhadiahkan padanya saat peringatan 6 bulan hubungan kami. Wajahnya tampak berbinar. Dia menuliskan sesuatu di notesnya. 
“Oppa, sepertinya kau sangat senang malam ini, aku jadi ikut bahagia…n_n”. Aku membacanya dan tersenyum. Sepertinya hari ini memang hari yang sangat baik.
“Aku punya berita baik, sayang. Proposal proyekku sudah disetujui! Minggu depan aku akan kembali ke Korea untuk membicarakan langkah selanjutnya. Akhirnya aku akan mempunyai perusahaan sendiri di Indonesia” ceritaku berapi-api. 
“Sayang, maukah kau pergi bersamaku ke Korea minggu depan? Aku ingin mengenalkanmu pada orang tuaku. Kita juga bisa sekalian merayakan hari jadi kita di sana. Aku ingin mengenalkanmu pada tempat dimana aku tumbuh” kataku sambil menggenggam tangannya. Kulihat raut wajahnya berubah, dia mengambil notes dan menuliskan sesuatu 
 “Oppa, sepertinya terdengar menyenangkan sekali, tapi maafkan aku. Aku tak bisa ikut denganmu”. Aku kaget. “Kenapa?” tanyaku padanya. Dia menuliskan lagi..
“Oppa, kau tahu aku sudah bermain piano sejak dulu. Aku baru saja mendapatkan tawaran bergabung dengan orkestra terkenal. Aku sudah menerimanya. Kami akan mengadakan tur keliling kota besar di Indonesia. Jadi aku tidak bisa pergi bersamamu ke Korea. Latihannya sudah dimulai bulan depan”.. Aku membacanya dengan perasaan tak menentu. Ternyata tak seindah perkiraanku. Ternyata dia sudah memiliki rencana lain. Hening beberapa saat lalu ia menyodorkan kembali notes padaku 

“Oppa maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengecewakanmu. Maafkan aku Oppa. Tapi ini impianku. Aku sudah lama menanti kesempatan ini”. Ternyata dia memendam impian seperti ini. Aku belum sempat mengetahuinya. Kekasih macam apa aku ini?! Kutatap wajahnya. Ternyata dia menangis. Dia begitu merasa bersalah. Kuhampiri lalu kupeluk dia erat “Tidak papa, sayang. Kau tidak mengecewakanku. Sungguh. Aku tak tahu kalau kau akan ikut tur” kataku mengelus punggungnya dan menenangkannya.
“Lagipula aku hanya akan pulang sekitar dua bulan. Setelah itu aku akan kembali lagi. Berjanjilah padaku kau akan menungguku” kataku menghadapkan wajahnya tepat di depanku. Dia mengangguk. “aku akan selalu menunggumu” bisiknya lembut.


Seminggu ini kami lebih sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Mungkin ini hanya perasaanku saja, tapi kurasakan Fie semakin manja padaku. Aku bahagia sekali. Dia kini sudah berani mencium pipiku saat kami sedang asyik nonton di 21, menyuapkan makanan padaku di tempat umum. Tertawa lepas saat aku melucu. Ah, aku semakin merasa berat hati meninggalkannya. Malam terakhir sebelum aku pulang ke Korea Fie memberikan hadiah terindah untukku. Di café tempat ia bekerja, dia menyanyikan One Fine Spring Day milik Ryeowook.
Geu nal cheoreom
Ttatteuthan baram bulgo
Geudaega sarang hadeon
Hwabunen kkochi pigo
Oenou saenga bom nari
Deuriwodo ajikdo nan
Gipeun gyeo uljameul jago shipeoAju meollli, aju meolli
Geudaega inayo sashil nan
Geudaega maeil geuri unde
aju jageun, aju jageun
Saso han geoteuredo maeil
Geudaega saeng gagi na
Bangan gadeuk nama
Wirohe judeon geudae hyang giga
Kkossoge da heuteojyeo
Eonjenga neun
Neukkilsu Eobseulkka bwa
Geudae Iteon gong girado
bujaba dugo shipeo
Aju meollli, aju meolli
Meon gose inayo
Sashil nan
Geudega maeil geuri unde
aju jageun, aju jageun
Saso han geoteuredo maeil
Geudaega saeng gagi na
Haruga myeo dari dwego
Eonjen ganeun
Nae mamedo oneul gateun
Saebomi oltende

A warm wind is blowing like it was that night. The flowers you lovingly planted have bloomed. Before I know it springs has come again. I still want to deeply sleep like it’s winter.
You’re so vey far, so very far. To be honest I miss you every day. Even the very small, very small trivial things make me think of you every day.
A day becomes months. It seems that even in my heart too a new spring has come…
You are in such a far away, far away, far off place. I believe to you every day is a spring.
On a far off day, a very far of future, if you see me again. Tell me we were always together


Suaranya mengalun sangat indah diiringi dentingan piano yang dimainkannya. Tanpa sadar semua pengunjung café, yang rata-rata memang sudah menjadi pelanggan dan menyukai permainan Fie, dibuat tercengang. Seiring berakhirnya lagu semua pengunjung berdiri dan memberikan applause meriah untuknya. Ah, aku bangga sekali pada gadisku ini.


Di depan rumahnya saat aku mengantarnya pulang dia mencegahku waktu aku mau masuk mobil. Dia menarikku merapat padanya. Dia menyentuhkan bibirnya yang gemetar ke bibirku. Untuk pertama kali sejak kami berpacaran inilah pertama kalinya dia yang berinisiatif menciumku, tepat di bibir. Aku sangat kaget tapi juga bahagia. Banyak sekali kejutan-kejutan indah yang kuterima darinya hari ini. Kami berciuman sangat lama malam itu. seolah tak ingin waktu berjalan.


Saat akan mengantarku ke bandara kulihat wajahnya pucat pasi dan tubuhnya terasa begitu lemah. Kutanya apa dia sakit, dia hanya berkata kurang tidur karena memikirkan aku yang akan kembali ke Korea. Hmm.. Betapa manisnya gadisku ini, kupeluk ia erat dan kuminta ia berjanji setiap hari menghubungiku. Dia mengangguk. Saat aku beranjak menjauh darinya samar-samar kudengar dia membisikkan sesuatu, tapi aku tak yakin apa, dari gerakn bibirnya seperti ‘gyeseyo’…


Seminggu pertama sejak aku kembali ke Korea kami terus menjaga hubungan. Entah itu lewat telepon, email, messanger, apapun. Namun sejak minggu kedua aku kehilangan kontak dengannya. Nomornya tidak aktif lagi, setiap email yang kukirim tak pernah mendapatkan balasan. Sampai aku menghubungi café tempatnya bekerja. Kata pemilik café Fie sudah mengundurkan diri sejak aku kembali ke Korea. Ada apa ini? Perasaaanku semakin tak enak. Ingin sekali aku segera kembali ke Indonesia secepatnya, tapi perusahaan membutuhkanku. Aku juga harus memperjuangkan rencanaku mengajukan cabang di Surabaya.
Akhirnya aku hanya bisa kembali ke Indonesia mencarinya waktu akhir pekan saja. Dua bulan sudah aku pulang pergi Surabaya-Seoul tiap akhir pekan untuk mencarinya, namun masih tanpa hasil. Hingga suatu waktu aku mendapatkan telepon dari pemilik café kalau aku mendapatkan surat dari Fie. Tanpa pikir panjang aku langsung terbang ke Indonesia. Saat melihat raut muka pemilik café firasat burukku terasa semakin kuat. Si pemilik café mengatakan kalau dua hari yang lalu ada seorang wanita yang datang dan menitipkan sepucuk surat untukku. Tanpa pikir panjang langsung kubuka amplop berwarna biru muda itu..


Siwon Oppa,
Maafkan aku. Pergi tanpa pamit padamu. Aku tak ingin menyakitimu lagi. Sudah cukup rasa bersalahku melihat kau kecewa padaku sebelumnya. Oppa, mungkin saat kau membaca surat ini aku sudah pergi.
Oppa, maafkan aku sudah membohongimu. Maafkan aku yang egois ini. Maafkan aku yang telah jahat padamu. Oppa, aku tak secantik dan sebaik yang kau kira. Aku jahat. aku, telah memanipulasi hatimu untuk mencintaiku. Bukan kau yang jatuh cinta padaku, tapi akulah yang terlebih dulu mencintaimu. Kupikir kau tak akan tertarik pada gadis pianis café sepertiku. Saat kau menyatakan cinta, aku sangat bahagia. Aku sampai menangis dan dalam hatiku berterima kasih pada Tuhan atas hadiah indah ini. Aku berusaha tampil menjadi wanita sempurna di depanmu dan menutupi semuanya.
Aku tahu kau sudah sangat berbesar hati menerimaku yang berkebutuhan khusus ini, aku yang tak bisa bicara layaknya manusia normal. Aku tak ingin menambah kesedihanmu dengan mengatakan keadaanku sesungguhnya. Aku sungguh tidak ingin dikasihani, terlebih olehmu Oppa. Aku menderita sirosis, yah, kanker hati. Aku sudah mengetahuinya sejak tiga tahun yang lalu. Penyakit inilah yang juga membunuh ayahku. Ayah tertabrak mobil dalam perjalanannya mencarikan donor hati untukku. Akulah yang menyebabkan beliau kehilangan nyawa. Sejak saat itu aku sudah tak ingin berusaha untuk sembuh. Aku ingin penyakit ini segera merenggut nyawaku juga agar aku bisa segera bertemu ayah di Sana. Tapi semua berubah saat kau hadir Oppa. Kau memberikan alasan bagiku untuk hidup. Saat ada kau, aku mulai dapat lagi merasakan apa itu bahagia, bahkan dicintai. Terima kasih Oppa. Tanpa sepengetahuanmu aku mulai menjalani pengobatan lagi dan mencari informasi pendonor hati.
Kau tahu Oppa? Saat kau mengajakku ke Korea sebenarnya aku sangat ingin menjawab ya, tapi aku tak bisa. Karena di saat itulah aku juga mendapatkan kesempatan keduaku untuk hidup. Tentang tawaran pentas orkestra keliling kota itu bohong. Aku membohongimu. Yang benar aku mendapatkan pendonor hati, dan harus melakukan operasi secepatnya. Aku menggunakan alasan tur keliling kota untuk menghilang sementara darimu. Beruntung, nasib juga berpihak padaku. Kau harus kembali ke Korea. Jadi kau tidak perlu melihatku menderita di sini. Saat kau berusaha merintis usahamu di sana, aku juga berjuang di sini, berusaha mendapatkan kesempatan hidup bahagia untuk kedua kalinya. Meskipun kata dokter operasiku kali ini sangat terlambat dan kemungkinan berhasil hanya 20%. Tapi tetap kulakukan. Demi bisa hidup denganmu Oppa. Namun, jika surat ini sampai di tanganmu maka itu berarti operasi ini gagal.
Oppa, aku sungguh berharap kau tidak pernah membaca surat ini. Aku ingin hidup menjadi pendampingmu. Aku ingin mendengarmu bercerita tentang banyak hal. Aku ingin melihat tempat dimana kau tumbuh besar. Aku ingin mengenal keluargamu. Aku ingin melihatmu berhasil mendirikan perusahaan di Indonesia. Aku ingin memainkan piano bersama denganmu, menyenandungkan lagu-lagu cinta. Aku ingin memejamkan mata di malam hari bersamamu dan membuka mata di pagi hari di sampingmu. Inilah impianku sebenarnya. Tapi impian seperti itu hanya pantas diimpikan oleh gadis berhati suci, bukan gadis egois sepertiku.
Oppa, berjanjilah padaku. Setelah membaca surat ini kau harus segera melupakanku. Berjanjilah setelah ini, demi aku kau harus mendapatkan gadis yang seribu kali lebih baik dariku. Menikahlah dan hidup berbahagia tanpa harus mengingat aku. Cukup aku saja yang membawa cinta ini sampai ajalku. Tolong buat aku bahagia dengan melihatmu hidup bahagia. Saranghaeyo Siwon Oppa… Gyeseyo…
Yang selalu mencintaimu
Fie
Aku melipat kembali surat itu. entah sudah berapa puluh tetes air mata yang jatuh di sana. Jadi ini alasannya aku tidak bisa menghubunginya selama ini? Dia telah berpindah dunia. Meninggalkanku. Menuju ketentraman yang abadi. Aku hanya bisa berjanji, aku akan memenuhi permintaan terakhirnya. Aku pasti akan hidup bahagia. Namun tidak dengan wanita lain. Karena ruang di hatiku telah penuh olehnya. Tak ada sela lagi yang bisa dimasuki. Aku akan terus mengenangnya, menjadikannya kisah dan kenangan terindah dalam hidupku.
-End-

No comments:

Post a Comment