Wednesday, November 30, 2011

15 Kolam Renang Paling Mengagumkan di Dunia (Indonesia termasuk!!)

Baru aja "jalan-jalan" terus nemu salah satu news di CNN yang menampilkan 15 kolam renang paling mengagumkan di dunia versi mereka. Daaann, yang bikin bangga, ternyata saudara-saudaraaaa, negara kita Indonesia masuk juga loh, 2 pula. Daerah mana ya, yang masuk?? Simak yuk :)

 The St Regis, Lhasa, Tibet
Mungkin yang membuat kolam ini unik adalah lantainya yang dilapisi dengan emas, juga pengunjung yang datang bukan hanya bertujuan untuk berenang, tapi juga yoga alias senam untuk ketenangan. Ya iya lahhh, liat emas darimana gak tenang tuh mata, eh ijo ya benernya hahahah



 Alila Uluwatu, Bali, Indonesia
Wow, Indonesia masuk, Bali pula. Memang yah Bali ini pulau "surga" yang sudah tidak diragukan lagi keindahannya sama dunia. Kolam yang boundless ini milik resort Alila yang ada di daerah Uluwatu.


 Hearst Castle, California, United States
Bayangin berenang di kolam ini dengan ditemani 'malaikat' sama langit yang bersih tanpa awan sama sekali. berasa di surgaaa :)


Huvafen Fushi, Maldives
Maldives yang disebut-sebut salah satu pulau terindah di dunia ini ternyata nggak mau ketinggalan. Lihat aja kolam Huvafen Fushi dengan lampu-lampu kecil yang meniluminasi.. kayaknya ini sayang banegt yah kalo dibuat renang. pasnya dibuat tempat candle light dinner terus tempat buat proposing juga nih, jaminan bakal diterima kalo ngelamarnya di tempat seindah ini :D



Nandana Villa, Grand Bahama, Bahamas
Kesannya kolam ini nyatuuuu banget sama laut :) Biruuuuuuu


 Alila Ubud, Bali, Indonesia
Nah, Indonesia masuk lagi. kalau yang tadi Alila Uluwatu, yang ini di Ubud. Nggak kalah indahnya..


 
The Park Hyderabad, India
Mungkin yang bikin unik dari kolam renang ini adalah sensasinya. kolamnya boundless dan berada di ketinggian gedung apartemen The Park Hyederabad. Kepleset dikiit isa jatoh g ya? :p


 Pelican Hill, California, United States
Bundeeerrr serrr.. kalo renang disini kayaknya berasa nyamuk kecemplung aer di gelas yah hahaha


Punta Tragara, Capri, Italy
Nggak heran deh kalo aktris korea Shinae impiannya pengen honeymoon di sini. View-nya tak terkalahkan :D


Sanctuary Swala, Tanzania
Mau renang sambil ditonton jerapah? ato renang barengan sama kuda nil? di sini tempatnya!! hehe bcanda ding..


 Skye, Sao Paolo, Brazil
Indah dan seksi. gatau lagi mau komentar apa. sore-sore renang atau sekadar nyelupin kaki sambil ngeteh di sini pasti cozy banget


 The Library, Koh Samui, Thailand
Thailand memang negara unik nan misterius. jadi nggak kaget kalau kolam unik ini ada di thailand. mungkin saking uniknya orang-orang pada segan mau renang di sini. Bayangin aja, harusnya image kolam renang kan biruuu, nah  ini merah banget, berasa kolam darah dibanding kolam renang,huhuhu. tapi tenag saja, belum ada yang meninggal di kolam ini kok. Hahahaha~


The Standard, Los Angeles, United States
Renang sambil nonton film di layar super gaban? bisaaaaa...


 
The Cambrian, Switzerland
Mungkin ini jadi kolam terunik di dunia. soalnya liat aja, siapa yang mau kungkum di tempat yang berhawa super dingin dan dikelilingi gunung salju? kecuali kalo kamu memang pengen challenge Fear Factor ato memang pengen bundir. haha. Tapi nggak usah khawatir, kolam ini pake air hangat kok, jadi gak bakal kena hipotermia kalo renang di sini. yang ada malah bikin doyan berendem. :)

Sumber : CNN dan berbagai sumber

Monday, November 28, 2011

Dokter (Cerpen Putu Wijaya)


Banyak yang tidak bisa diatasi oleh ilmu kedokteran. Bagaimana pembuahan di luar rahim, dalam bayi tabung, dipastikan akan menumbuhkan janin ketika dicangkok ke rahim ibu? Virus influenza, HIV, flu burung sampai sekarang masih dicari obatnya. Di luar itu masih ada musuh bayangan yang ampuh: dukun.

Seperti kata Dokter John Manansang yang malang-melintang di belantara Boven Digul, masyarakat pedalaman cenderung menunda pergi ke dokter, karena lebih dulu mau konsultasi ke dukun. Kalau yang sakit sudah sekarat, baru dibawa ke puskesmas. Biasanya pasien parah langsung diinfus, sehingga ketika maut tiba, masyarakat cenderung melihat jarum infuslah yang membunuhnya. Sulit menjelaskan kalau sudah ajal, tanpa diinfus atau tidur di hotel bintang lima pun, manusia tetap mati.

Pada suatu malam, saya dijemput untuk mengobati orang yang menurut dukun dapat kiriman ular berbisa dalam perutnya. Ketika sampai di puskesmas, saya lihat tubuh orang itu sudah kaku. Dia pasti sudah meninggal di rumahnya. Tetapi keluarganya memaksa saya untuk mengeluarkan ular itu.

"Pak Dokter harus tolong kami. Dia itu kepala keluarga. Hidup-mati kami tergantung pada dia!"

"Tapi sudah terlambat."

"Terlambat bagaimana, kami sudah bawa kemari pakai taksi! Uang kami sudah banyak keluar!"

"Tapi sebelum dibawa kemari nampaknya dia sudah tidak ada!"

"Itu tidak mungkin! Setiap hari lima orang dukun kami bergantian menjaga dia. Tidak mungkin roh jahat itu bisa masuk lagi. Pak Dokter mesti keluarkan ular itu dari perutnya!"

"Kalau toh itu benar ada ular dikirim ke perutnya, tidak ada gunanya, sebab orangnya sudah meninggal."

"Makanya keluarkan ular itu cepat. Pak Dokter jangan ngomong terus!"

"Kami memang miskin, tidak bisa bayar, tapi ini kewajiban Dokter mesti tolong kita punya kepala keluarga!"

"Jangan bikin kami tambah susah, Dokter! Mentang-mentang kami orang kecil!"

"Cepat bertindak!"

Saya disumpah untuk menjalankan praktik sesuai dengan etik kedokteran. Tetapi, di dalam hutan, itu tidak berlaku. Saya bisa dibunuh kalau tidak melakukan apa yang mereka minta, karena saya dokter, saya dianggap wajib bisa menyembuhkan orang sakit.

Disaksikan keluarganya, saya bedah mayat itu. Saya buktikan tidak ada ular di perutnya seperti kata dukun. Dia mati karena kurang gizi dan salah menenggak ramu-ramuan dukun. Tetapi meskipun sudah melihat kenyataan dengan mata kepalanya sendiri, keluarganya tidak percaya. Mereka malah menuduh saya yang sudah terlambat bertindak.

"Kalau Pak Dokter langsung bertindak tadi, tidak akan terlambat."

"Terlambat bagaimana?!"

"Kata dukun, ular itu sudah masuk ke dalam tulang-sumsumnya, bersatu dengan darah. Dibawa ke China pun dia akan tetap mati, apalagi hanya ke puskesmas yang fasilitasnya berengsek ini. Dokter tidak bertanggung jawab!"

"Dokter harus bertindak!"

"Bertindak bagaimana lagi? Paling banter saya hanya bisa menulis surat kematian pasien supaya bisa dibawa pulang!"

"Tidak bisa! Kita tidak bisa bawa dia pulang dalam keadaan sudah jadi mayat. Dia harus terus hidup! Dia kita bawa kemari untuk maksud supaya dia bisa sembuh. Masak Dokter mau kirim lagi dia pulang supaya jadi mayat. Kasihan keluarganya, Dokter! Dia itu andalan hidup keluarganya, tahu?! Dia tidak boleh mati!"

"Tapi ajal itu di tangan Tuhan, kita hanya bisa berusaha!"

"Makanya, kau harus berusaha terus, Dokter!"

"Berusaha bagaimana lagi?"

"Panggil! Kejar sekarang!"

"Kejar ke mana?"

"Ayo kejar! Kata dukun dia belum jauh. Paling berapa kilometer. Kalau Dokter cepat bertindak, tidak cuma ngobrol, dia pasti bisa disusul!"

"Disusul?"

"Ah, kau lambat sekali. Beta bilang kejar! Kejar!"

Mereka mendorong saya masuk ke dalam kamar, memaksa saya menarik orang mati itu kembali dari kematiannya. Mereka bahkan bilang siap membantu saya dengan senjata kalau nantinya harus berkelahi.

"Kami bisa panggil kawan-kawan yang lain sekarang untuk bantu. Kami juga punya saudara yang jadi perwira militer. Kita bisa pinjam senjata kalau memang perlu, asal habis jam kantor!"

"Ayo Pak Dokter, jangan terlalu banyak diskusi, nanti terlambat lagi! Kau ini dokter atau mantri?!"

Saya terpaksa kembali ke dekat mayat itu. Sepanjang malam mereka berjaga di sekitar puskesmas dengan segala macam senjata siap tempur. Ada yang menangis, berdoa, dan menyanyi. Dukun pun terus menjalankan upacara, mengeluarkan jampi-jampi agar roh yang mereka anggap sudah diculik suku lain itu pulang.

Saya bingung. Saya duduk di sisi mayat kehabisan akal. Apa yang harus saya lakukan untuk keluar dari persoalan yang tidak menyangkut bidang kedokteran itu. Saya tidak mengerti kehidupan di alam gaib. Akhirnya saya tertidur juga karena terlalu capek.

Pagi-pagi pintu digedor. Orang-orang itu berteriak-teriak tidak sabar, ingin tahu apa hasilnya. Tubuh yang meninggal pun sudah mulai berbau. Wajahnya meringis kesakitan, seakan-akan minta cepat-cepat dikuburkan. Waktu itu saya tidak berpikir lagi seperti seorang dokter sebagaimana yang saya pelajari di kampus. Saya terpaksa menjadi dukun.

Saya rogoh saku, gaji yang saya hendak kirim ke rumah masih utuh. Lalu saya buka pintu.

"Bagaimana?"

"Tenang!"

"Tenang bagaimana? Kami tidak mau Dokter bilang sudah gagal!"

"Saya sudah berusaha."

"Dan hasilnya?"

"Lumayan."
 
"Ah, apa itu itu artinya lumayan, kita orang tidak suka! Itu bahasa orang birokrat yang suka menipu. Bilang saja terus-terang, berhasil atau tidak?"

"Berhasil." Mereka tercengang.

"Jadi dia hidup lagi?"

"Bapak-bapak mau dia hidup lagi atau tidak?"

"Sudah pasti kita mau dia orang hidup lagi. Itu maka kita bawa dia kemari!"

"Saya sudah mencoba."

"Terus hasilnya?"

"Itu," kata saya menunjuk pada mayat.


Semuanya melihat melewati tubuh saya ke arah mayat itu. Saya berikan ruang agar mereka lewat, tapi tidak ada yang mau. Bau mayat itu menyebabkan semuanya tertegun. Dukun sendiri malah mundur selangkah.. Mereka semua nampak bimbang. Kebimbangan itu justru membangkitkan keberanian saya. Saya mulai tahu apa yang harus dilakukan.

"Ayo!"

Orang-orang itu tambah ragu-ragu, tak percaya apa yang saya katakan. Tak percaya apa yang sedang mereka lihat.

"Jadi dia hidup lagi?"

Saya mengangguk. Mereka curiga. Tapi tidak ada yang berani memeriksa.

"Kalau dia hidup mengapa tidak bergerak?"

"Dan mengapa bau?"

"Tadi dia sudah hidup, sekarang sedang tidur."

"Tidur?"

"Ya. Tidur untuk selamanya."

"Apa?!!!!"

"Tapi dia meninggalkan pesan."

"Pesan apaan!? Kita tidak perlu pesan, kita hanya mau supaya dia hidup lagi!!!"

Saya tidak peduli apa yang mereka katakan. Lalu saya mengulurkan amplop uang gaji.

"Kata dia sebelum tidur, berikan ini kepada istri, anak-anak dan keluargaku yang aku tinggalkan. Sampaikan kepada mereka, tenang semua, biarkan aku istirahat sekarang, karena aku sudah lelah sekali. Puluhan tahun berjuang menghidupi keluarga, aku tidak sanggup lagi bekerja!"

Orang-orang itu terdiam. Mereka hanya memandang amplop yang saya berikan. Tapi kemudian dukun perlahan-lahan maju. Ia memperhatikan amplop yang saya tunjukkan. Diendus-endusnya dari jauh. Setelah mengucapkan mantera lalu ia mengulurkan japit untuk mengambilnya. Setelah merobek dan mengeluarkan isinya, ia menghitung. Bahkan sampai tiga kali. Kemudian ia melihat kepada orang-orang itu, lantas membagikan uang sambil menahan beberapa di tangannya.

Orang-orang itu menerima uang tanpa menanyakan apa-apa. Seakan-akan itu memang sudah hak mereka. Setelah dukun mengeluarkan mantera, mereka lalu bergerak. Beberapa orang menyanyi, yang lain menghampiri mayat, lalu membawa yang meninggal itu dengan tertib keluar dari puskesmas untuk dikuburkan.

Saya sama sekali tidak ingin mengatakan bahwa saya sudah berhasil membeli kesedihan mereka dengan uang. Tidak. Saya sama sekali tidak melihat persoalan itu dari kacamata orang kota yang sinis. Apalagi jumlah yang saya berikan juga tidak banyak. Saya hanya mencoba memahami itu sebagai akibat ulah saya yang berhasil berbicara, menyampaikan duka yang amat berat bagi mereka itu, dengan bahasa yang mereka pahami.

Barangkali mereka senang karena saya tidak menyalahkan dukun. Puas karena saya tidak mencela mereka terlambat membawa sang sakit ke puskesmas. Tidak melecehkan keberatan atau protes mereka pada nasib, karena yang meninggal memang benar-benar dibutuhkan oleh keluarganya sebagai tiang kehidupan. Mungkin juga mereka senang karena saya tidak mengabaikan perasaan-perasaan mereka, karena saya tidak menganggap kebenaran kata sayalah yang paling benar.

Tapi setelah itu banyak perubahan yang terjadi. Saya jadi terseret ke dalam situasi yang membuat saya lebih gagap. Saya ternyata sudah mengayunkan langkah ke dunia yang sama sekali asing. Begitu kejeblos, saya langsung kelelap, lantaran saya sama sekali tidak siap.
Sejak itu saya sering diminta untuk mengobati mayat. Profesi saya sebagai dokter yang harus berhadapan dengan orang yang mau bertahan hidup, berubah menjadi pengurus orang mati. Walhasil saya sudah menyalahi sumpah. Berkhianat dan berdosa kepada almamater saya.

Tak jarang yang dibawa pada saya mayat dukun yang sebelum mati sudah berkali-kali wanti-wanti agar nanti dibawa ke puskesmas. Kalau saya tolak, bisa jadi konflik, karena saya sudah telanjur dipercaya. Saya sudah memulai dan membangun sesuatu, kalau saya runtuhkan lagi, saya akan berhadapan dengan kekecewaan dan bukan tidak mungkin kekerasan.

Setiap kali mengobati mayat, saya tidak punya kiat lain kecuali saya harus merogoh saku, mengeluarkan duit. Mengulur semacam pelipur, atau apa sajalah namanya, untuk mentolerir duka yang tak bisa mereka elakkan. Akibatnya saya cepat sekali bangkrut.

Barang-barang saya jual satu per satu sampai saya kehilangan segala-galanya. Termasuk cincin pemberian ibu saya. Sementara itu, kondisi kesehatan di daerah terpencil tambah rawan. Frekuensi orang mati terus saja bertambah dan semuanya dibawa ke puskesmas, minta agar saya mengobatinya.

Pernah saya sampai berpikir itu sudah sampai pada tingkat pemerasan. Saya tidak percaya orang-orang pedalaman itu sesungguhnya sebodoh itu. Itu bukan kebodohan lagi tetapi justru kecerdasan. Itu kiat yang dengan lihai menyembunyikan dirinya di balik keluguan. Strategi "orang bodoh" untuk membunuh lawan pintar yang lebih kuasa dengan halus.

Pada suatu malam, datang di puskesmas mayat seorang kepala suku. Badannya penuh dengan luka parang. Kepalanya sudah putus dari tubuh. Rombongan pengantarnya banyak sekali. Hampir seluruh suku ikut mengarak memenuhi halaman puskesmas.

"Kami berkelahi mempertahankan kehormatan kami dari serangan suku buas," kata putra kepala suku. 

"Sebelum perang, Bapa sudah berpesan kalau terjadi apa-apa supaya dibawa kemari. Tolong hidupkan Bapa kami, Dokter, karena kalau sampai dia mati, berarti kami kalah dan malu besar! Kami mempertaruhkan kehormatan seluruh warga kami!"

Saya termenung di depan mayat itu. Kepalanya bisa saya sambung, tapi ke mana saya cari ganti nyawanya yang hilang? Para pejuang suku itu berjaga-jaga di sekitar puskesmas dengan senjata-senjata mereka. Banyak di antaranya yang terluka, tetapi mereka tidak peduli. Mereka hanya ingin kepala sukunya kembali hidup supaya pertempuran bisa dilanjutkan.

Saya bingung. Tak ada duit sepeser pun lagi di kantong. Lebih dari itu, duit tak akan mungkin dapat menyenangkan hati suku kaya yang merasa dipermalukan itu.

Saya benar-benar cemas. Saya kira karir saya sebagai dokter sudah tamat. Di samping itu, akhir hidup saya juga nampak sudah tiba. Mereka pasti akan kecewa sekali, karena saya memang bukan dukun yang sebenarnya.

Perasaan berdosa yang sejak lama sudah menekan, sekarang menghajar saya. Saya sudah berpura-pura jadi dukun agar bisa nyambung dengan masyarakat, tetapi ternyata tidak cukup. Saya dituntut menjadi dukun yang sebenarnya. Itu mustahil. Mestinya saya sudah cabut sejak kasus pertama.

Semalam suntuk saya tidak bisa memejamkan mata. Subuh, pintu dibuka dan anak kepala suku beserta seluruh prajuritnya yang berang itu menatap saya.

"Berhasil, Dokter?" Tubuh saya gemetar.

"Jangan kecewakan kami, Dokter!"
 Saya tidak berani menjawab.

"Kehormatan buat kami paling penting. Kami boleh kelaparan karena tidak dapat binatang perburuan, boleh mati karena wabah penyakit, boleh kocar-kacir karena kebakaran, gempa, banjir, longsor atau letusan gunung berapi, tapi jangan sampai kalah dan menanggung malu. Bapa orang kebal yang selalu menang dalam pertempuran. Dia tidak boleh mati karena senjata lawan. Kehormatan kami akan hilang selama-lamanya. Lebih baik kami musnah daripada menanggung malu karena kalah!"

"Saya paham itu."

"Kalau begitu hidupkan lagi Bapa."

"Saya sudah berusaha."

"Kami tidak mau hanya usaha. Kami mau ada hasil!"

"Tapi ?"

"Kalau satu hari tidak cukup, kami bisa tunggu. Bila perlu sebulan atau setahun kami bisa tunggu di sini, asal dia bisa hidup lagi. Bapa saya itu raja. Apa artinya orang-orang ini, kalau Bapa tidak ada?"

"Ya, itu saya juga mengerti sekali. Kapal tidak bisa jalan tanpa nakhoda!"

"Makanya hidupkan lagi Bapaku. Otaknya rusak juga tidak apa, asal hidup. Bapa saya itu lambang. Kami semua ada karena dia hidup. Kalau dia mati, kami semua akan mati. Apa Dokter perlu nyawa pengganti?"

"Apa?"

"Sepuluh bahkan seratus orang dari kami sekarang juga mau menyerahkan nyawanya asal bisa menggantikan nyawa Bapa. Hidupkan dia sekarang, Dokter!"

"Darah tumpah itu bisa diganti dengan tranfusi, tapi nyawa tidak mungkin."

"Tapi, kau dokter kan?!"

"Betul."

"Orang-orang lain mati sudah kau hidupkan, kenapa Bapa kami tidak? Apa bedanya? Bapaku itu selalu cinta perdamaian. Dia cinta kami semua. Dia selalu menyanyikan lagu kebangsaan dan memimpin upacara bendera, tidak seperti orang-orang lain yang pura-pura saja cinta supaya dapat uang dari negara, tapi cintanya palsu. Kenapa orang yang berjuang seperti Bapa dibiarkan mati? Ayo, Dokter!"

Saya tidak sanggup menjawab.

"Dokter mau biarkan aku punya Bapa mati?"

"Tidak."

"Kalau begitu, hidupkan dia sebab dia sangat mencintai negara! Mengapa orang-orang yang tidak mencintai negara dibiarkan hidup tapi Bapaku yang berjuang untuk negara tidak? Tolong, Dokter!"

"Beliau sekarang akan meneruskan perjuangan dari dunia maya, supaya musuh dapat diberantas."

Anak kepala suku itu kaget.

"Maksud Dokter, Bapaku mati?"

Saya tidak mampu menjawab. Anak kepala suku itu sangat kecewa. Mukanya langsung keruh. Semua pengikutnya marah lalu berteriak-teriak histeris. Mereka melolong seperti binatang liar. Saya ketakutan. Para prajurit itu mengangkat senjata seperti hendak mencincang apa saja yang ada di puskesmas. Semua pegawai meloncat lari menyelamatkan diri.

Karena bingung saya mundur menghampiri meja. Dengan panik, di belakang punggung tangan saya meraba-raba mencari sesuatu untuk bertahan. Kalau saya harus mati, saya tidak mau mati terlalu konyol. Kalau kalah, kalahlah dengan indah dan gagah, pesan orang tua saya waktu kecil.


Harapan saya ada gunting, pisau atau barang tajam lainnya, tidak terkabul. Di laci, tangan saya hanya menemukan copotan besi bendera mobil yang dikibarkan pada peringatan hari kemerdekaan. Saya genggam besi itu, lalu mencoba mengambil posisi bertahan. Saya bukan lagi dokter, saya penakut yang tiba-tiba begitu mencintai hidup walau betapapun berengseknya.

"Diam!!!!" teriak anak kepala suku itu dengan suara menggeledek.
Teriakannya membuat semua terdiam. Saya gemetar. Besi bendera itu terlepas, tetapi cepat saya gapai lagi. Itulah satu-satunya pegangan saya. Anak kepala suku itu menghampiri saya, hangat nafasnya membuat saya tersiraf.


"Jangan tembak!!!"

Dengan gemetar saya tunjukkan itu bukan pistol. Itu hanya tiang bendera yang copot.
Anak kepala suku tertegun. Ia memperhatikan tiang bendera yang berisi merah-putih kecil yang sudah kumal. Tiba-tiba saya melihat peluang. Lalu entah dari mana datangnya keberanian, saya berbisik.

"Pahlawan tidak pernah mati. Semangat berjuang tidak bisa mati!"

Pemuda itu terpesona. Ia seakan-akan terpukul oleh suara saya. Orang-orang lain pun tegang. Mereka memandang kami dengan mata mencorong. Lutut saya tambah lemas. Saya tak sanggup lagi bicara. Apa pun yang akan terjadi, saya menyerah. Anak kepala suku itu menggapai tiang bendera. Saya kira sebentar lagi dia akan menusukkannya ke dada saya. 

Tapi ajaib, tidak. Pangeran itu memandang bendera kecil itu dengan takjub, lalu ia menunjukkan kepada teman-temannya.

"Semangat berjuang hidup terus tidak bisa mati!" serunya.

Sedetik hening. Tetapi kemudian semua meledak, bersorak gegap-gempita.
Kemudian dengan khusuk mereka mengusung jasad almarhum dibawa ke desa mereka untuk dikebumikan. 


Sejak itu, bukan orang mati, tetapi orang yang tidak mau mati yang datang ke puskesmas. Mereka tidak hanya mencari obat, tetapi terutama kasih-sayang. Kalaupun kemudian karena sudah ajal, ada orang sakit yang mati, tapi puskesmas tidak pernah lagi dianggap sebagai pembunuh. Saya sendiri tidak peduli lagi apakah saya masih seorang dokter atau sudah jadi dukun. Saya hanya ingin mencintai saudara-saudara saya itu.


Pernah dimuat di harian Jawa Pos pada Minggu, 16 Desember 2007

Tanaman Obat Penyakit Ginjal

Dewasa ini sering sekali kita temui di sekitar kita, entah teman, saudara, tetangga, atau siapa saja yang terkena penyakit ginjal. Penyakit ini disebabkan pola hidup yang kurang teratur. Orang yang duduk mengahdap komputer di kantor selama lebih dari 8 jam berpotensi tinggi terkena gangguan ginjal.


Namun, banyak juga yang telah terkena batu ginjal dan berobat medis masih belum ada hasil nyatanya. Ternyata, obat penyakit ini bukan hanya buatan manusia saja. Tuhan menciptakan segala sesuatunya bukan tanpa manfaat. Banyak tanaman di sekitar kita yang ternyata memiliki manfaat tertentu, berkhasiat menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu.

 Nah di postinganku kali ini aku akan share beberapa tanaman yang dapat membantu menyembuhkan penyakit ginjal dan kandung kemih :) Sebenarnya aku juga nggak sebegitu mengerti sih, cuma beberapa hari yang lalu bundaku minta dicariin tanaman herbal yang bisa membantu menyembuhkan gangguan ginjal, jadi yah daripada mubadzir cari-cari info terus dibuang, jadi aku bagi deh di sini :)

Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, Guru Besar Departemen Farmasi Fakultas MIPA UI, menyatakan bahwa beberapa tanaman obat sebenarnya layak disebut herba rasional karena telah dibuktikan selama bertahun-tahun meski secara empiris. Tanaman obat ini paling tidak telah teruji khasiat, efektivitas, dan keamanannya.

kumis kucing
 KUMIS KUCING
Bersifat diuretik, bermanfaat untuk mengatasi infeksi kandung kemih, infeksi saluran kemih, kencing batu, batu kantung empedu, dan sebagai antipiretik.
Komponen berkhasiat: Eupatrin, sinensetin, 3-hidroksi-tetrametil flavon dan siphonol A-E.
Cara meramu: Kumis kucing dan meniran, masing-masing 30 gram, direbus. Setelah dingin airnya diminum.

Lobak 
 LOBAK
Sebagai peluruh batu ginjal. Cara meramu: 200 gram lobak dibuat jus, lalu disaring dan diminum untuk satu hari.

Sambiloto
 SAMBILOTO
Digunakan bila terjadi komplikasi penghancuran batu ginjal, nanah dalam saluran kencing, dan atau darah dalam saluran kencing. Berfungsi sebagai diuretik dan peningkat daya tahan tubuh. Komponen kimia: Andirgafolida, neoandrografolida, homoandrografolida, andrografin.
Cara meramu: Rebus daun segar atau yang telah dikeringkan secukupnya

Alang-alang
 ALANG ALANG
Sebagai infus rimpang, sebagai peluruh batu dan meningkatkan kerja ginjal, menurunkan tekanan darah, sekaligus pereda panas dalam. Hasil penelitian membuktikan tanaman ini tidak beracun, dan praktis penggunaannya karena cukup direbus.
Kandungan kimia: Arundoin, fernenol, isoarborinol, silindrin, dan skopoletin.

Alpukat
 DAUN ALPUKAT
Perasan daun alpukat berkhasiat sebagai peluruh batu ginjal dan meningkatkan kerja ginjal. Seduhan daun sebagai pelarut batu ginjal kalsium. Komponen kimia: Polifenol, flavonoid, alkolodi, dan saponin.

Meniran
 MENIRAN
Digunakan sebagai peluruh batu ginjal dan mengurangi infeksi sekaligus mempertahankan kinerja ginjal, meningkatkan daya tahan tubuh.
Untuk ramuan diuretik: 20 gram herba direbus selama 15 menit, lalu diminum.
Komponen kimia: Flavonoid kuersitrin, kuersitrin, isokuersitrin, filantin, dan nirantin.

Keji Beling
 KEJI BELING
Daun berkhasiat sebagai peluruh dan pelarut batu ginjal dan batu kandung empedu.
Untuk batu kandung kemih: Rebus bersama tongkol jagung muda.
Untuk batu ginjal: Campur dengan daun menirandan daun ungu. Dapat juga dicampur dengan tempuyung dan tongkol jagung muda.


Daun Sendok
 DAUN SENDOK
Bermanfaat sebagai antiinflamasi, melarutkan batu ginjal, meningkatkan kerja ginjal, dan sebagai antibakteri.
Komponen kimia: Plantaginin, - homoplantaginin, katalpol.
Cara meramu: Rebus 15-30 gram daun dengan 2 gelas air sampai tinggal 1 gelas, lalu minum.


Ceplukan
 CEPLUKAN
Sebagai peluruh batu dan meningkatkan kerja ginjal, bersifat analgesik, antitumor, dan antiseptik.
Komponen kimia: Fisalin B, D, F dan withangulatin A. Saat ini pengembangan penelitian diarahkan untuk membuktikan potensinya sebagai antikanker.
Cara meramu: Konsumsi langsung buahnya atau air rebusan daun secukupnya.

Pegagan
 PEGAGAN
Bersifat antibakteri, menyembuhkan luka, antiradang, antioksidan, dan meningkatkan kinerja ginjal. Telah melalui beberapa uji praklinis untuk antibakteri, ginjal, dan antitumor. Digunakan sebagai obat untuk membantu penyembuhan luka dan radang pada saluran kemih.
Cara meramu: Daun segar sebanyak 50-80 gram direbus, airnya diminum.

Tapak Liman
 TAPAK LIMAN
Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai peluruh batu ginjal, untuk meningkatkan kinerja ginjal, antiseptik, antiradang, dan penurun panas.
Komponen berkhasiat deoxy, isodeoxyelephantopin, dan seskuiterpena.
Cara meramu: Rebus 1.530 gram tanaman yang telah dikeringkan, airnya diminum.

Tempuyung
 TEMPUYUNG
Sebagai peluruh kemih, melarutkan batu empedu, dan meningkatkan kinerja ginjal. Komponen kimia: Flavonoid dan aeskulin.
Cara meramu: 5 lembar daun tempuyung, 5 lembar daun alpukat, 5 lembar daun sawi tanah direbus dengan 3 gelas air hingga tersisa 2 gelas. Minum setelah dingin.
Cara lain: 5 lembar daun tempuyung, 6 buah jagung muda, dan gula aren secukupnya direbus, airnya diminum.

 Dari : Berbagai sumber

Monday, November 21, 2011

CERPEN: PENGERTIAN, JENIS, CIRI-CIRI DAN UNSURNYA


Menurut Jabrohim, cerpen adalah cerita fiksi bentuk prosa yang singkat, padat, yang unsur-unsur ceritanya terpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas dan keseluruhan cerita memberikan kesan tunggal (Jabrohim, 1994: 165-166). 

Sedangkan menurut Damono (1978:15) cerpen merupakan cerita atau narasi yang fiktif serta relatif pendek berdasarkan realitas tersebut dan hanya mengandung satu kejadian untuk satu efek bagi pembaca. Menurut Semi (1988:34) cerpen adalah penceritaan yang memusat pada satu peristiwa pokok sedangkan peristiwa pokok itu selalu tidak sendirian, ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa pokok.

Cerpen sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Akan tetapi berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tidak ada kesepakatan diantara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe (dalam Jassin, 1961:72) sastrawan kenamaan dari Amerika itu mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Suatu hal yang kiranya tak  mungkin dilakukan untuk sebuah novel.
Panjang pendeknya cerpen ini   bervariasi. Ada cerpen yang pendek (Short Story), bahkan mungkin pendek sekali, berkisar 500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukup (Middle Short Story), serta ada cerpen yang panjang (Long Short Story) yang terdiri dari puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata. Cerpen yang penjangnya terdiri dari puluhan ribu kata tersebut dapat juga disebut novelet. Sebagai contoh misalnya, Sri Sumarah dan juga Bawuk serta kimono Biru buat Istri karya Umar Kayam walaupun untuk yang kedua terakhir itu lebih banyak disebut sebagai cerpen panjang.


Cerpen sebagai karya fiksi dibangun dari dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur yang dimaksud adalah plot, penokohan dan perwatakan tokoh, tema, latar, gaya bahasa, sudut pandang cerita dan lain-lain.

Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah keadaan subjektivitas individu  pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan pan dangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur biografi pengarang, psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra. Cerpen menurut penceritaan yang khas adalah kemampuannya mengemukakan lebih banyak. 

Ciri-ciri pokok cerpen  menurut Jabrohim (1994:165) ialah:
1)      cerita fiksi;
2)      bentuknya singkat dan padat;
3)      ceritanya terpusat pada suatu peristiwa/ insiden/ konflik pokok;
4)      jumlah dan pengembangan pelaku terbatas;
5)      keseluruhan cerita memberikan suatu efek atau kesan tunggal.


a.       Unsur Cerpen
1)      Unsur Intrinsik Cerpen
a)      Tokoh
Istilah tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita. Sedangkan watak, perwatakan, ataupun karakter menunjuk pada sifat atau sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca kerya sastra, istilah-istilah ini lebih menunjuk pada kualitas pribadi yang kokoh. Penggunaan istilah “karakter” (character) dalam bahasa Inggris mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut.
Tokoh cerita (character)  menurut Abrams (dalam Nurgiantoro,2002:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Jadi tokoh dapat  berarti pelaku cerita dan dapat pula berarti watak atau perwatakan. Penyebutan tokoh dan watak atau karakternya memang mengingatkan kita dengan perwatakan yang dimiliki si tokoh tersebut. Seperti Datuk maringgih dan sifat-sifat jahatnya, dan tokoh-tokoh lain dengan sifat dan wataknya masing-masing.

1.      Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah karya sastra. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan dalam karya-karya tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman cerita yang disampaikan.
Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang berfungsi sebagai penunjang terhadap keberadaan tokoh utama. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, kehadirannya tidak begitu dipentingkan, dan jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung.
Pembedaan terhadap keutamaan tokoh tersebut tidak dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat. Pembedaan yang bersifat gradasi inilah yang menyebabkan seorang apresiator mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam menentukan tokoh utama dalam sebuah cerita.


2.      Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd and Lewis dalam Nurgiantoro, 2002:178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapah-harapan kita, sebagai pembaca. Hal ini dapat diamati dari cerita-cerita dalam sebuah film, sinetron ataupun cerita rakyat yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang mempunyai karakter tidak disukai dan cenderung jahat, ia merupakan kebalikan dari tokoh protagonis. Keberadaan tokoh antagonis inilah akan menyebabkan terjadinya konflik cerita.
Selain tokoh antagonis, konflik juga bisa terjadi dengan adanya kekuatan antagonis (bencana alam, kecelakaan, lingkungan sosial, aturan-aturan sosial, dan sebagainya).
Menentukan tokoh-tokoh cerita ke dalam protagonis maupun antagonis kadang tidak mudah, atau paling tidak orang bisa berbeda pendapatnya. Jika terdapat 2 tokoh yang berlawanan, tokoh yang lebih banyak diberi kesempatan untuk mengemukakan visinya itulah yang kemungkinan besar memperoleh simpati, dan empati pembacanya (Luxemburg dalam Nurgiantoro,2002:180).


3.      Teknik Penulisan Tokoh
Teknik penulisan tokoh dalam sebuah karya sastra (sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal yang berhubungan dengan jati diri tokoh) dapat dibedakan ke dalam dua cara, yakni: teknik uraian dan teknik ragaan (Abrams), atau teknik penjelasan, ekspositori dan teknik dramatik (Altenberd dan Lewis), atau teknik diskursif, dramatik, dan kontekstual (Kenny dalam Nurgiantoro, 2002:194).


b)      Tema
Tema dapat diartikan sebagai pokok pikiran atau dasar cerita yang dipercakapkan dan dipakai sebagai dasar  mengarang, menggubah sajak, dan sebagainya (Adib Sofie dan Sugihastuti,2003:12). Sedangkan menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiantoro, 2002:67) tema adalah  makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Sebagai sebuah makna, pada umumnya tema tidak dilukiskan, paling tidak pelukisan yang secara langsung atau  khusus. Eksistensi kehadiran tema adalah terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita.
Tema dapat dipandang sebagai  dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya sastra. Gagasan umum inilah yang akan digunakan untuk mengembangkan cerita. Sehingga sebagai peristiwa konflik, dan pemilihan berbagai unsur intrinsik lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan umum tersebut.

Stanton (dalam Nurgiantoro, 2002:87-88) mengemukakan beberapa kriteria dalam menafsirkan tema sebuah karya sastra, yaitu:
1.      Penafsiran tema sebuah karya sastra hendaknya mempertimbangkan tiap detil cerita yang menonjol.
2.      Penafsiran tema sebuah fiksi hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan tiap detil cerita.
3.      Penafsiran tema sebuah fiksi hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam fiksi yang bersangkutan.
4.      Penafsiran tema sebuah fiksi haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada atau yang disarankan dalam cerita.

Menurut Najid (2003:28), tema terbagi menjadi dua jenis, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema pokok, tema utama, yaitu permasalahan dominan yang menjiwai cerita. Sedangkan tema minoratau tema bawahan ialah persoalan-persoalan kecil yang mendukungkeberadaan tema mayor.


c)      Latar
Menurut Stanton (dalam Sugihastuti,2003:19) latar atau setting adalah lingkungan peristiwa, yaitu dunia cerita tempat terjadinya peristiwa. Latar atau setting juga disebut jug alandas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiantoro, 2002:216).

Unsur latar dapat dibedakan menjadi 3 unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.
1.      Latar tempat
Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat dalam sebuah cerita biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.
2.      Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3.      Latar sosial
Latar sosial berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kahidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.
Meskipun menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara  sendiri, namun masih berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.


d)     Alur atau Plot
Stanton dalam Nurgiantoro (2002:113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sedangkan Kenny mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.


Dalam pengembangan plot cerita, terdapat 3 unsur yang esensial. Unsur-unsur tersebut ialah:
1.      Peristiwa
Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan lain. Dalam hubungannya dengan pengembangan plot, atau perannya dalam penyajian cerita, peristiwa dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni peristiwa fungsional (peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot), peristiwa kaitan (peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita), dan peristiwa acuan (peristiwa yang secara tidak langsung berpengaruh atau berhubungan dengan perkembangan plot).
2.      Konflik
Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan pemyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (reaksi). Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian, dapat dibedakan ke dalam dua kategori: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal.
3.      Klimaks
Klimaks adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya (Stanton dalan Nurgiantoro, 2002:127).


Berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi, plot dapat dibedakan  menjadi tiga jenis, yaitu:
1.      Plot lurus / progresif (bersifat kronologis atau maju),
2.      Plot sorot-balik, flash-back (egresif atau akhir-awal),
3.      Plot campuran.


e)      Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view, mengarah pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi (cerpen) kepada pembaca (Abrrams dalam Nurgiantoro, 2002:248).
Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke dalam 2 macam: persona pertama, gaya “aku”, dan persona ketiga, gaya “dia”. Jadi, dari kedua sudut pandang tersebut, dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan.


f)       Gaya Bahasa
Bahasa dalam prosa fiksi memiliki peran ganda. Ia tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang, namun juga sebagai penyampai perasaannya. Seorang pengarang, lewat karyanya, tidak sekadar memberitahu pembaca tentang apa yang dilakukan dan dialami tokoh ceritanya, melainkan bermaksud pula mengajak pembaca untuk ikut serta merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh cerita. Itulah sebabnya, pengarang senantiasa memilih kata dan menyusunnya agar menghasilkan kalimat yang mampu menjadi buah pikiran dan perasaannya. Agar maksud tersebut tercapai, tidak jarang pengarang menempuh cara-cara khusus di luar konteks bahasa sehari-hari.
Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa prosa fiksi ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas.


g)      Amanat
Dalam berkarya pengarang pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai dengan karyanya. Tujuan inilah yang disebut amanat. Sebagaimana tema, amanat juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu amanat utama dan amanat bawahan (Najid,2003:28). Umumnya, amanat cerita berisi ajaran-ajaran moral, yaitu ajakan, sran atau anjuran kepada pembaca untuk meningkatkan kesadaran kemanusiaannya. Banyak-sedikitnya amanat dan luas-sempitnya amanat bergantung pada persoalan yang dipaparkan oleh pengarang dalam cerita.

Catatan Mata Kuliah Kesusastraan
Dari berbagai Sumber