Aku mencintainya. Dengan sepenuh hati. Tak bersisa. Mencintai dia. Hingga kini, ia tersimpan rapi di relung hati.
Kisahku berawal dari Surabaya, kota kecil di negara Indonesia. Kalian tahu? negara itu jauh lebih besar dari negara kita, Korea Selatan. Aku baru tahu negara itu saat jutaan Elf dari Indonesia membanjiri timeline twitterku sebelum akun itu terpaksa ku tutup.
Waktu itu, menjelang natal kami berkesempatan untuk konser SS4 dan menyapa elf di Surabaya sekaligus berlibur hingga tahun baru di kota pahlawan itu. Seusai reharsal dan kembali ke hotel aku merasakan bosan yang sangat menyebalkan. Akhirnya kuputuskan berjalan-jalan dengan membawa Pinky, gitar akustik kesayanganku.
Meskipun tak tahu harus kemana, kuturuti saja kemana kakiku ingin melangkah. Akhirnya aku sampai di atap hotel itu. Ternyata pemandangan malam di sini sangat indah, tak kalah dengan Seoul. Gitarku mulai kumainkan. Lagu kesukaanku, Love’s romance. Udara malam yang sejuk di sini sedikit demi sedikit menaikkan moodku dan membuat perasaan menjadi nyaman.
Aku begitu asyik memainkan gitarku hingga tak kusardari ternyata aku tidak sendiri di sini. Seorang gadis memperhatikanku dari jarak yang tak begitu jauh. Tak lama gadis itu mendekatiku. Sepertinya dia baru bangun tidur.
“Maaf Tuan di sini bukan tempat umum. Anda dilarang bermain gitar dan mengganggu ketenangan di sini” kata gadis itu dengan mata setengah terbuka. Lucu sekali.
Aku yang memang sudah belajar bahasa Indonesia mengerti perkataannya. Sepertinya dia pegawai hotel ini yang sedang membolos mencuri-curi waktu istirahat di sini.
“Benarkah? Apa yang kau maksud mengganggu ketenangan itu mengganggu tidurmu?” gadis itu kaget.
“Bukan begitu! Tempat ini memang tertutup untuk umum” jawabnya salah tingkah.
“Aah, begitu ya? Apa tempat ini tertutup agar tak ada yang tahu ada yang sedang membolos kerja dan mencuri waktu untuk tidur di sini?” aku menggodanya. Reaksinya ternyata di luar dugaanku. Gadis itu semakin salah tingkah tak mampu berkata apa-apa dan wajahnya perlahan bersemu merah. Terlihat cantik sekali. Jujur kuakui, aku terpesona.
“Sudahlah, aku tak akan membocorkan rahasiamu” aku tersenyum padanya. Ia tak bisa menyembunyikan raut kelegaan di wajahnya. Lugu sekali, pikirku.
“Tapi ada syaratnya” aku tersenyum licik. Aku tak bisa menahan diri untuk menggodanya.
“Kau mau mencoba memerasku, Tuan Tamu??” wajahnya seketika berubah menjadi kesal.
“Hahaha, tidak tidak. Syaratku sangat mudah”
“Baiklah, apa?”
“Kau harus berbagi tempat ini denganku dan antarkan aku jalan-jalan ke tempat menarik di sini”
“Heh! Kalo mo becanda kira-kira dong! Aku kan harus kerja. Mana bisa aku mengantarmu jalan-jalan” dia semakin kesal.
“Masa kau harus bekerja 24 jam? Kan kau bisa mengantarku saat kau libur”
“Iya iya iya. Kalau aku libur akan kuantar kau” dia mengaku kalah. Entah mengapa senang sekali aku berbincang dengan gadis ini, meskipun hanya menggodanya.
“Oh iya nona, namamu siapa? Jaga-jaga kalau kau ingkar janji biar aku bisa segera melaporkanmu ke managermu”
“Eish!! Denger yah Tuan kalau saya sudah janji nggak bakalan saya ingkari. Suer deh!! nggak percayaan banget sih jadi orang”
“Heiii. Aku kan tanya namamu. Kenapa jawabnya malah ngelantur kemana-mana? Aku Sungmin”
“Aku Lefie, eh tunggu siapa namamu? Sungmin? Kkk kau.. Jangan bilang kau menginap di lantai 20” raut mukanya berubah pucat.
“Iya, memang kenapa?” aku heran.
“Jadi kau Sungmin member Super Junior dong? Kenapa kau, eh anda bisa berbahasa Indonesia?” sekali lagi dia salah tingkah.
“Memangnya kenapa kalau aku member Suju? Ah, jangan-jangan kau ini juga elf ya?”
“Bukan begitu. Anda adalah tamu VVIP di hotel kami. Jadi saya meminta maaf sebesar-besarnya atas sikap kurang sopan saya tadi”, gadis itu membungkukkan badannya.
Entah kenapa aku merasa sangat tidak nyaman dengan perubahan sikapnya yang jadi sangat menghormatiku. Aku lebih suka dengan sikapnya tadi sebelum tahu siapa aku sebenarnya.
“Huh! Ternyata kau sama saja” tanpa sadar aku jadi kesal dengan perubahan sikapnya.
“Sama apanya Tuan?” dia tak mengerti.
“Kau mau mencoba menjilatku ya? Tiba-tiba bersikap superbaik seperti itu” kataku mencoba memancing emosinya.
“Apa maksud anda dengan mencoba menjilat?” gadis itu sepertinya berusaha keras menahan emosinya.
“Kau ingin uang dariku kan?”
“Heh! Tuan VVIP!! Saya mungkin memang orang yang nggak tahu tau sopan santun! Mungkin sikap saya tadi salah. Tapi saya nggak pernah punya pikiran menjilat tamu sekedar untuk uang tip tahu!! Saya masih punya malu! Terserah kalau anda mau melaporkan saya!” gadis itu beranjak pergi.
“Tunggu tunggu!! Hei hei.. Calm down! That’s just a joke! Ternyata kamu cepat sekali ya marahnya” aku menarik tangannya sambil tertawa. Tapi sepertinya gadis itu masih tak percaya dengan ucapanku.
“Hei! Aku tadi cuma bercanda kok! Sungguh! Really!” aku membentuk huruf V dengan kadua jariku sambil tersenyum lebar.
“Tapi cara bercanda anda sangat keterlaluan Tuan” gadis itu mulai percaya meskipun masih cemberut.
“Iya iya aku minta maaf. Tapi aku juga kesal sekali padamu tadi”
“Iya. Saya juga minta maaf. Sikap saya tadi tidak sopan”
“Bukan itu! Aku tidak suka sikapmu yang sekarang! Aku suka sikapmu yang tadi. Yang apa adanya” aku menekuk alisku.
“Hah?” dia masih tidak mengerti.
“Bukannya kau sembunyi di sini untuk melarikan diri? Aku juga! Aku juga bosan harus bersikap manis terus” aku mengalihkan topik pembicaraan.
“Lalu?” dia menyipitkan matanya.
“Berarti kalau di sini kau bukan karyawan dan aku bukan tamumu ataupun artis. Bagaimana?”
“Hmm, baiklah”
“Dan satu lagi. Jangan pernah memanggilku dengan sebutan Tuan”
“Sepakat! Ahahaha. Kau terlalu imut kalau dipanggil Tuan” gadis itu tertawa. Aku tak tahu kenapa tiba-tiba saat melihatnya tertawa serasa perutku ada seribu kupu-kupu, rasanya seperti ingin melayang.
Tiba-tiba ponselnya berdering dan Lefie bergegas pergi.
“Sepertinya aku harus kembali bekerja. Senang bertemu denganmu” gadis itu tersenyum.
“Tunggu, besok kau bekerja?”
“Kebetulan besok aku libur. Tapi aku tak bisa mengantarmu jalan jalan. Aku harus ke suatu tempat”
“Aah, kau kerja di bagian apa? Nomor hpmu berapa? ”
“Aku di pastry. Ini” dia menuliskan nomornya di secarik kertas dan memberikannya padaku.
Begitulah awalku bertemu dengannya, Lefie. Gadis karyawan hotel biasa.
*********
Esoknya aku tak bisa bertemu dengannya karena memang hari itu SS4 digelar. Kami baru bisa kembali ke hotel tengah malam. Tapi entah mengapa aku begitu ingin mendengar suaranya. Akhirnya kuputuskan untuk meneleponnya.
“Halo?” di seberang terdengar suara laki-laki yang menjawab. Perasaanku langsung diliputi rasa cemburu. Siapa pria ini?
“Benar ini nomor Lefie?”
“Iya benar. Siapa nih? Lefienya nungguin kakaknya di rumah sakit Mas. Hapenya ketinggalan” Lefie ternyata punya kakak yang sedang dirawat di rumah sakit.
“Ah, lalu ini siapa?”
“Saya sepupunya. Lha mas ini siapa?” untunglah cuma sepupu, batinku lega.
“Saya temannya. Kalau dia pulang tolong sampaikan tadi Sungmin meneleponnya” aku menutup sambungan telepon.
Ooh, jadi ini alasannya dia tidak bisa mengantarku.
* * *
Keesokan sorenya kami bertemu lagi di balkon hotel. Tapi kali ini dia tidak bolos kerja. Jam kerjanya memang sudah selesai. jadi dia bisa bebas. Kami bercerita banyak sambil menunggu matahari terbenam. Ternyata dia tidak punya orang tua. Dia hanya memiliki seorang kakak laki-laki, dan sekarang kakaknya dirawat karena memiliki penyakit jantung. Dia menumpang tinggal di rumah bibinya sejak rumah peninggalan kedua orang tuanya harus dijual untuk pengobatan kakaknya. Dia terpaksa bekerja untuk membiayai kuliahnya.
Gadis itu menceritakan kisahnya dengan santai. Namun aku tahu, pasti sudah tak terhitung berapa kali ia menangis, mengeluarkan air mata menghadapi cobaan hingga ia merasa kebal seperti ini. Ingin sekali aku memeluknya, memberikan ketenangan dan rasa nyaman. Aku ingin bisa membantunya meskipun hanya meminjamkan pundak untuknya bersandar. Tapi yang bisa kulakukan sekarang hanya mengelus pelan kepalanya. Dia tersentak kaget dengan perlakuanku hingga mata kami mata kami saling bertemu. Tanpa sadar suasana di sekitar kami berubah menjadi canggung.
“O iya. aku besok libur lho. Jadi aku bisa menepati janjiku mengantarmu jalan-jalan”
“Uwaa.. Benarkah?” Gadis itu mengangguk.
“Tidak harus menunggu kakakmu di rumah sakit?” Gadis itu terdiam sejenak lalu tersenyum lagi.
“Gwaenchana. aku bisa minta tolong sepupuku sehari saja. Uwaaaah, mataharinya mulai tenggelam. Indahnyaaaa” Lefie tiba-tiba berseru dengan mata berbinar-binar. Melihatnya seperti itu tak bisa kutahan senyumku. Andai saja ia tahu, ia terlihat jauh lebih indah dari matahari yang tenggelam.
“Ne, jinjja yeppeoda” kataku sambil menatap wajahnya.
“Iya, cantik” tatapannya menerawang.
“Wow, your Korean skills was improved”
“Tentu saja. Aku belajar dengan keras. Aku kan tidak mau sampai kau bodohi dengan bahasa Koreamu itu” katanya bangga sambil menepuk dada, lucu sekali.
Kami tertawa bersama. Membicarakan banyak hal, merencanakan jalan-jalan kami besok sambil menikmati malam kota Surabaya dari atap hotel.
*******
Esoknya kami janjian pukul 5 pagi di belakang hotel. Kami harus keluar sepagi itu untuk menghindari Elf stalker yang siap membuntuti kemanapun member Suju pergi. Tujuan pertama kami Taman Bungkul. kata Lefie, kuliner pagi di sana tak terkalahkan enaknya ^^. Awalnya kami mencoba nasi pecel, kemudian Lefie membelikanku semanggi khas Suroboyo. makanan ini terbuat dari daun semanggi yang dimasak dan dicampur dengan saus kacang yang pedas.
“Ini apa?”
“Semanggi Suroboyo. Enak, coba deh” dia menyuapkan sesendok padaku. Hmm, Enak. aku mengangguk setuju.
“Semanggi itu apa?”
“Clover, fortune leaf” dia tersenyum.
“Mwo? Clover?? You must be kidding me! You guys eating clover? that’s grass!” aku memuntahkan semanggi dari mulutku.
“Ahahaha, tapi kau mengakui kalau ini enak kan” dia tertawa.
“Meskipun cuma rumput, kalau diolah dan dibumbui dengan benar, hasilnya menakjubkan bukan?! seperti kami warga Surabaya. Meskipun kami memiliki banyak keterbatasan, tapi jika kami berusaha keras, kami pasti bisa meraih impian kami” dia tersenyum dan kembali menyuapkan semanggi ke mulutku. Anehnya aku tidak lagi merasa jijik malah benar katanya, makanan ini sangat enak. *hehehe, reader juga kalo ke Surabaya wajib ngicipin semanggi Surabaya nih =P*
Hari itu kami menghabiskan hari dengan mengunjungi banyak tempat menarik dan mencoba aneka macan kuliner Surabaya. kami mengunjungi House of Sampoerna, Museum Santet, makan bebek Mercoon, rujak cingur, hingga tak sadar sudah hampir di penghujung hari.
“Wah, hari ini menyenangkan sekali. Ayo kuantar kau kembali ke hotel” katanya sambil memakan arumanisnya.
“Aku punya satu permintaan lagi. Antarkan aku ke tempat kakakmu” Gadis itu menghentikan langkahnya. Kaget dengan keinginanku.
******
Seperti rumah sakit lainnya, kamar itu juga identik dengan warna putih. Disana terbaring seorang pemuda. Tertulis di papan identitas pasien namanya Praditya. Wajahnya tampan dan berkulit bersih. Tampaknya dia seumuran denganku. Sepertinya dia tidur nyenyak tapi langsung membuka mata saat tahu ada kami di sampingnya. Lefie mencium kening Praditya, yang dicium hanya tersenyum. Manis sekali.
“Mas Pradit, ini Sungmin, teman baru Lefie” Praditya tersenyum ke arahku.
“Hei. Senang berkenalan denganmu” aku memegang tangannya.
Praditya memandangku dan Lefie bergantian. Kemudian dengan isyarat tangan dia memintaku mendekat padanya.
“Kau orang baik” bisiknya. “Maukah kau menjaga Lefie, adikku, untukku?” Aku, tidak. Tepatnya aku dan Lefie kaget dengan perkataannya. Tapi akhirnya aku mengangguk juga.
“Mas Pradit bicara apa sih?” Lefie salah tingkah. Tapi entah kenapa aku merasa senang dan bangga dipercaya oleh kakaknya.
Ternyata Praditya orang yang menyenangkan, seperti adiknya. Meskipun dia kesulitan berbicara tapi tetap mampu berinteraksi dengan baik. Tak memerlukan waktu lama bagiku untuk menyukai dan menyayanginya seperti keluargaku sendiri.
****
Hari demi hari di Surabaya kulewati bersama Lefie. Meskipun hanya sekedar bertemu di atap hotel ataupun mengunjungi kakaknya, Praditya di rumah sakit. Para member juga tahu kalau aku menyukainya. Tak jarang mereka mengolokku dan Lefie. Tapi kami hanya tersenyum menanggapinya.
Suatu hari saat kami berbincang di atap hotel. Kami disadarkan pada kenyataan bahwa aku bukan orang Indonesia dan harus kembali ke negaraku, Korea.
“Kapan kau kembali ke Korea?” Lefie tiba-tiba bertanya.
“Tanggal 5 Januari. Seminggu lagi” jawabku. lalu kami berdua hanya terdiam. Lama.
“Aku pasti merindukanmu” katanya memecah keheningan.
“Sama. Aku juga”
“Kau teman yang baik, Sungmin-ssi” dia tersenyum.
“Dan kau gadis yang baik Lefie. Kau gadis paling sempurna yang pernah kutemui” kugenggam tangannya. Kami sama-sama tersenyum. Tanpa sadar wajah kami saling mendekat. Bibir kami bertemu. Aku menciumnya. Bibirnya terasa lembut sekali. Aku merasa sangat beruntung dia tidak menolakku.
“That was my first kiss” dia tersenyum.
“Akan ada yang kedua, tiga, dan seterusnya” aku memeluknya.
“Lusa hari ulang tahunku. Aku menyiapkan makan malam setelah acara fanmeeting. Kau datang ya” dia tersenyum dan mengangguk.
Ah, rasanya hari ini adalah hari terbaik yang pernah kualami di Indonesia. Aku menemukan wanita terindah sebagai kado ulang tahun terindah dalam hidupku. Kueratkan pelukanku padanya. Kami menghabiskan malam dalam diam.
*****
Tapi, bukan cerita cinta namanya jika tak ada cobaan. Keesokan harinya Lefie tak datang ke atap hotel seperti biasanya. Kupikir dia ada pekerjaan tambahan di pastry. Tapi dia juga tak muncul saat dinner ulang tahunku. Saat kuhubungi hpnya tak aktif. Aku menantinya hingga hari berganti. Dia pasti datang. Aku yakin.
“Sudahlah Sungmin a. Kembalilah ke kamar. Dia tidak mungkin datang. Ini sudah pukul 2 pagi. Sudah tak ada orang lagi di sini” Donghae yang mengkhawatirkanku menyusul ke ballroom. Tapi tak kuhiraukan perkataannya.
Paginya kuhubungi pihak hotel mencari informasi tentang Lefie. Ternyata dia tidak masuk bekerja dari kemarin. Tanpa alasan. Saat kuminta alamatnya, pihak hotel tidak memberikan dengan alasan privasi hotel.
Akhirnya kuputuskan ke rumah sakit tempat Pradit dirawat. Sesampainya di sana aku diikejutkan dengan bertita yang membuat sekujur tubuhku lemas. Praditya telah meninggal dunia. kondisinya menurun drastis pada tanggal 31 dan terus memanggil Lefie. Akhirnya Pradit tak bisa melawan penyakitnya dan menghembuskan nafas terakhirnya sore itu juga.
Tidak mungkin! Itu saat Lefie bersamaku! Adit meninggal saat Lefie bersamaku. Saat Pradit begitu membutuhkan kekuatan dari adiknya aku malah memonopolinya untukku sendiri. Ini semua karena keegoisanku. Memikirkan itu semua dadaku terasa sangat sesak. Tanpa sadar air mataku menetes dan tak bisa berhenti mengalir. Aku membunuhnya! membunuh Praditya. Membunuh kakak dari wanita yang paling kucintai. Aku menyesali keegoisanku. Andai aku tahu kalau keadaannya seperti ini. Tak mungkin kubiarkan Lefie bersamaku. Tak akan mungkin kubiarkan berakhir seperti ini. Aku mengutuki diriku sendiri.
Aku mendapatkan alamat rumah Lefie, tapi kakiku tak mampu kulangkahkan ke sana. Aku merasa sangat takut, sangat berdosa meskipun hanya sekedar bertemu dengannya. Aku hanya mengurung diriku di kamar hotel. Member yang mengetahui keadaannku menghibur dan mengatakan bahwa ini bukan salahku. Semua ini memang sudah takdir Tuhan yang tidak dapat dilawan oleh manusia. Tapi perkataan mereka tak mampu menghentikanku untuk terus menyalahkan diriku sendiri. Aku pernah berjanji pada kakaknya untuk menjaga Lefie. Tapi apa yang kulakukan? Aku malah merusak kehidupannya. Memisahkannya dengan kakak yang paling dicintainya.
******
Akhirnya aku kembali ke Korea tanpa bertemu dengan Lefie lagi. Aku kalah dengan rasa bersalahku, dengan ketakutanku sendiri. Di Korea ternyata aku tetap tak bisa melupakan dia. Tetap merindukannya. Tiap hari, menit, detik. Perasaan ini mekin menyiksa dan membuatku sulit bernafas. Keadaan ini otomatis membuat pekerjaanku kacau pula. Tak satupun pekerjaan yang bisa kuselesaikan dengan baik seperti biasanya. Hal ini terus berlangsung selama sebulan.
Hingga suatu hari Eeteuk menasehatiku.
“Sungminnie, kalau kau mencintainya. Kembalilah padanya. Katakan apa yang ada di hatimu”
“Apa maksudmu?”
“Gadis itu. Kau terlalu mencintainya hingga terlalu menyalahkan dirimu atas kematian kakaknya. Kau sampai merusak dirimu sendiri. Kalau kau begiri terus kau bisa merusak karirmu juga” Aku hanya terdiam.
“Aku tahu mungkin agak tak pantas membicarakan karir. Tapi coba lihat dirimu sekarang. Kau tak ubahnya mayat hidup! Mungkin kau tak merasakannya. Tapi ELF di luar sana semua mengkhawatirkanmu. Mengkhawatirkan perubahanmu. Kau membuat mereka bersedih”
Aku mulai memikirkannya. Benar juga.
“Kalau kau seperti ini terus kau akan makin menyakiti banyak orang. Bukankah kita, Super Junior berjanji memberikan kebahagiaan untuk sahabat kita, EverLasting Friends?” Suara Eeteuk mulai bergetar karena emosi. Air mataku juga mulai mengalir.
“Bagaimana mungkin kau memberikan kebahagiaan pada mereka kalau kau sendiri tidak bahagia? Jawab aku Sungminnie!” Lanjut Eeteuk yang entah sejak kapan menangis juga.
“Aku salah. Maafkan aku”
“Maka dari itu, buat kebahagiaanmu sendiri. Kejar dia. Kembalilah ke Indonesia. Sampaikan perasaannmu pada gadis itu. Aku menunggu saat kau bisa tersenyum lagi seperti dulu” Eeteuk menghapus air matanya dan menepuk pundakku lalu pergi.
Dia benar. Aku tidak boleh seperti ini. Aku tidak boleh mengecewakan orang-orang yang telah mendukungku. Besok aku akan menemui kebahagiaanku.
*************
Akhirnya aku berada di sini juga. di depan rumah gadis yang paling kucintai. kulihat gadis itu duduk di ayunan depan rumahnya. dia terlihat sangat kaget ketika melihatku. aku mendekatinya.
“Lama tak bertemu Sungmin-ssi” Lefie tersenyum.
“Bogoshipo. I miss you”
********
Akhirnya kami sampai di depan pusara Praditya. Terdapat beberapa karangan bunga yang masih segar di atasnya.
“Mas Pradit, Lefie balik lagi” katanya pelan.
“Tebak siapa yang ikut denganku kemari? ini Sungmin” lanjutnya.
“Hai Dit, ini aku. Maafkan aku yang baru berani menemuimu sekarang” kataku pelan. Lefie menolah padaku heran.
“Maafkan aku karena tidak menepati janjiku untuk menjaga adikmu. Aku terlalu takut. aku menyalahkan diriku sendiri atas kepergianmu. Harusnya Lefie berada di sisimu di saat-saat terakhirmu. tapi aku malah bersikap egois dan memintanya bersamaku. aku bukan orang yang baik, Dit. ternyata aku jahat.”
Lefie tak bisa menahan tangisnya dan jatuh terduduk.
“Kalau saja aku tahu waktu itu kau membutuhkannya, aku pasti tak akan mengganggu waktu kalian berdua. Maafkan aku” Aku menangis dan berlutut di pusaranya.
“Jadi ini alasanmu kembali ke Korea tanpa memberi kabar padaku? Kau menyalahkan dirimu sendiri” katanya.
“Ini bukan salahmu Sungmin-ssi. Ini memang sudah takdir Tuhan. Mas Pradit sudah lama menderita. mungkin ini saatnya Tuhan memanggil dia untuk menemukan kebahagiaan abadi. Kau jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri atas kejadian ini” dia menggenggam tanganku.
“Aku tak pernah bermaksud meninggalkan Indonesia tanpa pamit padamu. tahukah kau di sana rasanya aku tak bisa hidup. yang memenuhi pikiranku hanyalah kau, Lefie. bagaimana perasaanmu saat itu? bagaimana kehidupanmu setelah ditinggalkan Praditya? Apakah kau bisa tersenyum seperti dulu? semua pikiran itu menggangguku Lefie.”
“Aku ingin menebus dosaku, Fie. Aku pernah berjanji pada kakakmu untuk menjagamu. apakah janji itu masih berlaku untukku? Apakah kau mau menerimaku Fie?” kugenggam tangannya, berharap jawabannya seperti yang kuharapkan.
Gadis itu mengangguk.
“Aku tak pernah membencimu Singmin-ssi. Aku menunggumu. Aku percaya kau pasti akan kembali. jika kau memang benar-benar mencintaiku” Gadis itu tersenyum.
“Terima kasih. Terima kasih telah mempercayaiku kembali” kupeluk dia erat.
“Aku selalu mempercayaimu. Selalu” dia tersenyum.
Kudekatkan wajahku ke wajahnya. Kucium dia lembut. Dengan ciuman ini kuperbarui lagi janjiku pada kakaknya. Janjiku untuk membuat adiknya bahagia. Selamanya.
Inilah Kisah Cintaku. ^^