Monday, January 20, 2014

Dongeng Bahasa Indonesia Pangeran Pengembara (Smp kelas 7 Semester 1)




Pada zaman dahulu kala, saat bumi kita masih segar, banyak pohon-pohon rindang dan hijau, kehidupan berjalan dengan tenteram dan damai. Di sebuah kerajaan, Kerajaan Jayapati namanya, rakyatnya hidup dengan rukun dan damai. Sang raja, yakni Raja Martapati memerintah kerajaan dengan adil dan bijaksana, sehingga rakyat mencintai sang raja tersebut. Begitu juga dengan menteri dan utusan kerajaan menjalankan perintah sang raja dengan patuh.  Raja sering memerintah menterinya untuk melihat kehidupan rakyatnya secara langsung. Bahkan sering kali sang raja sendiri yang turun ke desa-desa untuk melihat keadaan rakyatnya. Raja juga sering memberikan hadiah kepada rakyat yang bekerja keras untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Hadiah dan bentuan juga sering diberikan pada anak-anak yatim piatu. Rakyat pun bekerja dengan giat dan sangat menghormati sang raja. Kehidupan di kerajaan itu berlangsung dengan makmur.
Namun sebenarnya, sebuah kesedihan terbersit di dalam keluarga kerajaan itu sendiri. Sang raja dan permaisuri telah menikah lebih dari tiga puluh tahun, namun mereka belum dikaruniai seorang anak pun. Sedangkan umur raja sudah hampir mencapai lima puluh tahun, sebentar lagi turun tahta. Mereka berdua sangat sedih karena belum mendapatkan penerus pemimpin kerajaan. Permasalahan itu membuat baginda raja Martapati bersedih. Baginda jadi suka termenung, bahkan kadang-kadang seperti menangis. Bukan hanya sang raja yang bersedih, permaisuri juga demikian, sering kali termenung bahkan tidak tidur dan tidak makan. Keluarga istana ikut bersedih melihat kesedihan raja dan permaisuri mereka.
Kesedihan sang baginda raja dan permaisuri tak hanya diketahui oleh keluarga kerajaan saja, namun seluruh rakyat kerajaan Jayapati telah mengetahui bahkan ikut merasakan kesedihan raja mereka. Akhirnya seluruh rakyat melaksanakan doa bersama dipimpin oleh tetua kerajaan selama 7 hari 7 malam. Mereka berharap pada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memberikan penerus raja Martapati, sehingga dapat mewarisi kebijaksanaan sang raja, mereka juga memohon pada Tuhan agar negeri mereka selalu aman dan makmur. Raja dan permaisuri juga turut memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdua sedikit terhibur atas perhatian yang diberikan rakyat pada mereka. Dan sebagai ungkapan perhatian rakyat, setiap hari selalu saja ada rakyat yang memiliki keterampilan seperti penari, penyanyi dan pesulap didatangkan atau dengan suka rela datang sendiri ke kerajaan untuk menghibur baginda raja dan permaisuri.
Selain menghibur raja dan ratu, doa-doa pun masih terus dipanjatkan oleh rakyat. Hingga dua bulan kemudian tersiar kabar bahwa permaisuri hamil. Kabar itu disambut baik oleh semua orang. Seluruh keluarga istana bergembira. Rakyatpun demikian. Dimana-mana rakyat berpesta  pora untuk menyatakan rasa suka citanya akan hadirnya sang putra mahkota. Berbagai tarian dan nyanyian bergema di seluruh pelosok negeri. Rakyatpun berpesta siang malam hingga lupa bekerja. Awalnya sang baginda juga turut berbahagia dan berpesta, namun lama-kelamaan setelah melihat tingkah laku rakyatnya yang semakin tidak terkendali, menimbulkan rasa khawatir dalam diri baginda. Sang baginda raja akhirnya memerintah rakyat seluruh negeri untuk tidak bersikap berlebihan. Raja memerintah untuk menghentikan tarian dan nyanyian serta perilaku rakyat yang berfoya-foya dan diganti dengan berdoa di rumah masing-masing demi kebaikan sang putra mahkota yang akan lahir.
Delapan bulan kemudian lahirlah sang putra mahkota. Ia adalah bayi laki-laki dengan wajah yang rupawan. Sang baginda raja dan permaisuri sangat berbahagia. Seluruh rakyat dan keluarga istana juga berbahagia dan bersyukur atas lahirnya sang putra mahkota. Bayi kecil itu pun diberi nama Indrapati. Pangeran Indrapati tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas. Begitu banyak yang ingin diketahuinya, baik di dalam maupun di luar istana. Pangeran juga tumbuh sebagai anak yang penyayang terhadap sesama. Sang baginda raja Martapati semakin bangga dan bersyukur atas kehadiran putra mahkota.
* * *

Di ujung negeri Jayapati ada sebuah kampung yang terpencil. Kampung itu hanya dihuni oleh beberapa keluarga saja. Pekerjaan penduduk kampung itu bertani. Kadng-kadang mereka juga menangkap ikan di sungai dan mengumpulkan hasil hutan dari bukit yang ada di sekitar kampung itu. Meski jauh dari kota, penduduk kampung itu hidupnya berbahagia.
Tersebutlah seorang anak laki-laki di kampung itu yang bernama Danar. Anak itu wajahnya tampan sekali. Disamping itu, perangainya pu menarik hati. Ia anak yang baik hati, pemurah, penyayang, dan suka menolong. Semua orang suka kepada Danar.
Suatu hari, saat mencari kayu bakar di hutan, Danar kelelahan dan memutuskan untuk  beristirahat di bawah batang pohon yang rindang. Danar akhirnya tertidur dengan pulas. Kesejukan di bawah pohon itu lebih mengenakkan tidur Danar.
Dalam tidur itu Danar bermimpi. Ia merasa badannya telah kuat kembali. Badannya terasa ringan. Ia dapat lincah bergerak ke sana kemari. Dengan mudah pohon yang besar dan tinggi itu dipanjatnya. Ia memanjat cepat sekali. Pohon yang dipanjatnya itu semakin tinggi pula. Makin ke atas batangnya semakin kecil namun tetap kuat. Danar terus memanjat, namun ia tak merasa letih sedikitpun.
Akhirnya, Danar sampai ke puncak pohon itu. Ketika ia memandang je bawah, ia tidak melihat hutan lagi, yang dilihatnya hanya awan putih yang sedang bergerak dihembus angin. Tahulah Danar bahwa ia berada di tempat yang sangat tinggi. Ia tidak mau turun. Ia ingin melihat segala sesuatu yang ada di tempat setinggi itu. Namun ia tidak tahu bagaimana caranya melihat sekeliling sedangkan ia tidak bisa terbang seperti burung.
Ketika Danar masih berpikir tentang apa yang akan dilakukannya, tiba-tiba terasa pucuk pohon itu hilang. Tidak ada sesuatu yang menopang tubuhnya lagi, namun ia tidak terjatuh. Danar merentangkan kedua tangannya ke samping dan mencoba meloncat, ternyata... Danar bisa terbang!! Ia senang sekali, ternyata ia bisa terbang seperti burung. Ia terbang ke sana kemari. Ia berpacu dengan awan, dan kejar-kejaran dengan burung yang berbulu keemasan.
Danar terbang terus, makin lama makin jauh. Sekarang keadaan semakin terang. Keadaan di bawah semakin jelas dilihatnya. Dari jauh  ia melihat sesuatu yang gemerlapan, indah sekali. Danar tertarik untuk terbang ke sana. Makin lama makin dekat dan apa yang dilihatnya semakin jelas, yaitu sebuah istana yang sangat megah dan indah.
Di istana itu ternyata ada seorang anak laki-laki yang sebaya dengan Danar sedang bermain-main. Anak laki-laki itu wajahnya amat tampan dan pakaiannya pun bagus sekali. Ia mempunyai mainan yang banyak sekali, yang sebagian besar belum pernah dilihat oleh Danar. Ketika nak laki-laki itu melihat ke atas, rupanya ia melihat Danar yang sedang terbang. Anak laki-laki itu sangat gembira melihat ada anak sebaya dengannya bisa terbang. Ia melonjak-lonjak memanggil Danar supaya mau turun. Danar juga ingin ikut bermain dengan anak laki-laki yang berada di dalam istana itu.
Tanpa pikir panjang Danar menukik ke bawah. Melihat Danar turun, anak laki-laki di iastana itu tampak sangat bergembira. Ia menyambut kedatangan Danar. Danar dan anak itu mengulurkan tangannya masing-masing hendak memperkenalkan diri. Saat kedua tangan anak itu hampir bertemu, tetapi... tiba-tiba Danar terbangun dari tidurnya karena terkejut. Tangan kanan Danar terasa nyeri akibat tertimpa buah pohon besar yang tadi disandarinya.
Danar tertegun-tegun, kadang-kadang tersenyum sendiri. Ia agak kecewa karena tidak jadi bermain-main dengan anak laki-laki yang tinggal di dalam istana yang indah itu.
“Ah, tidak apa-apa. Itu kan hanya mimpi,” kata Danar menghibur dirinya sendiri. Ia kemudian mencuci mukanya di kolam kecil sebelah pohon lalu bergegas pulang membawa kayu bakar yang telah ia kumpulkan di hutan. Ia teringat ibunya yang sedang menunggu di rumah.
* * *

Putra mahkota Indrapati sekarang telah beranjak besar. Umurnya hampir mencapai 14 tahun. Namun selama hidupnya ia belum pernah keluar istana Raja Martapati sangat mencintai putra mahkota itu. Semua pegawai istana dipesan oleh baginda raja agar menjaga putra mahkota dengan sebaik-baiknya. Putra mahkota tidak boleh terluka sedikit pun juga. Ia juga tidak boleh mengalami kesusahan. Namun seiring tumbuhnya fisik, pemikiran sang pangeran Indrapati juga semakin berkembang. Ia ingin mengetahui keadaan di luar istana. Ia pernah ikut baginda raja mengunjungi rakyat, di sana ia tidak hanya melihat rakyat yang bahagia. Ia juga melihat seorang anak kecil yang kecil menangis yang dipukul oleh ibunya. Anaknya menangis meraung-raung, tapi sang ibu malah menyeretnya masuk ke dalam rumah. Pangeran tidak mengerti apa yang dipikirkan ibu semacam itu. Pangeran juga yakin bahwa masih banyak hal yang tidak ia ketahui di luar istana. Hal itu membuat pangeran semakin ingin menjelajah ke luar istana.
Hal tersebut membuat pangeran sering berpikir dan termenung sendirian dan tingkah laku pangeran agak berubah. Ia menjadi pemurung. Kadang-kadang tampak sedih sekali. Pada yang dan pengawal mulai bertanya-tanya tentang perubahan yang terjadi pada putra mahkota kerajaan mereka. Lama kelamaan baginda raja Martapati pun mengetahui perubahan diri putranya tersebut. Baginda mendatangi putranya untuk menanyakan apa yang sedang disusahkannya.
“Apakah yang sedang kau risaukan, putraku? Katakanlah segala keinginanmu pesti Ayahanda kabulkan” kata raja Martapati kepada putra mahkotanya dengan penuh kasih sayang.
“Ampun Ayahanda. Hamba tidak ingin apa-apa. Hamba hanya ingin tahu lebih banyak tentang dunia ini,” jawab sang putra mahkota.
“Apa maksudmu, Nak? Bukanlah segala sesuatu sudah tersedia di istana ini untukmu?”
“bukan itu, Ayah. Hamba ingin mengetahui keadaan di luar istana ini. Apakah disana terjadi perkelahian, sakit, kesengsaraan ataupun kejahatan-kejahatan lain?”
Mendengar pertanyaan putranya itu, baginda raja amat terkejut. Baginda tidak ingin putranya itu memikirkan hal-hal yang bukan-bukan, apalagi memikirkan tentang kesengsaraan, sakit, kejahatan, dan sebagainya. Baginda ingin agar putra mahkotanya hanya memikirkan kesenangan saja. Jangan sampai putra satu-satunya itu mengetahui kejelekan-kejelekan yang ada di dunia ini.
Baginda raja berpendapat bahwa dengan mengetahui dan memikirkan kejelekan-kejelekan yang terjadi itu nantinya putra mahkota akan terbawa sifatnya menjadi jelek dan penjahat sehingga akhirnya tidak patut menjadi raja. Dan, apabila sang putra mahkota sampai keluar dari istana, baginda takut bahwa putranya itu akan menderita.
Akhirnya baginda raja menugasi para pengawal dan dayang-dayang untuk lebih baik lagi dalam melayani putra mahkota. Para pengawal diperintahkan lebih ketat lagi menjaga istana. Orang dari luar istana sama sekali tidak boleh menemui putra mahkota dan putra mahkota sama sekali dijaga agar tidak keluar dari istana. Namun pemikiran putra mahkota yang cerdas itu berjalan terus. Ia selalu memikirkan apa yang ada di luar istana. Sekarang segala yang di dalam istana sudah terasa membosankan. Ia ingin keluar dari istana untuk mempelajari kehidupan yang sebenarnya.
* * *
Hari sudah pukul sembilan pagi. Semua petugas di istana sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tetapi, para petugas yang melayani putra mahkota belum melaksanakan kewajibannya karena putra mahkota belum juga bangun. Mereka bertanya-tanya, apakah yang menyebabkan putra mahkota belum bangun, apakah putra mahkota sakit? Biasanya paling lambat pukul enam pagi putra mahkota sudah bangun, kemudian mandi dan berpakaian. Setelah makan pagi, pukul delapan berlatih naik kuda di lapangan istana.
Tetapi hari ini tidak seperti biasanya. Para pelayan takut untuk membangunkan putra mahkota. Seorang pengawal yang agak berani mengetuk pintu kamar putra mahkota dan menengok ke dalam. Di tempat tidur masih tampak ada yang sedang tidur dengan nyenyak di bawah selimut tebal. Pelayan itu menutup pintu kamar kembali.
Para pelayan makin bingung. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Tidak seorangpun berani membangunkan putra mahkota, padahal sudah pukul sebelas siang. Para pelayan itu berkumpul untuk membicarakan apa yang sebaiknya mereka perbuat. Akhirnya, mereka sepakat untuk melaporkan hal itu kepada Raja Martapati.
Setelah menerima laporan dari pelayan, baginda raja bergegas menuju kamar sang putra mahkota. Raja bergegas menuju kamar sang putra mahkota. Semua pelayan mengikuti sang raja. Dengan hati-hati raja Martapati membuka pintu kamar putra  m, ahkota. Baginda terus menuju tempat tidur pangeran dan berkata, “Putraku, bangunlah, hari sudag siang.” Namun tak ada jawaban. Sekali lagu raja membangunkan putranya sambil menggoyang-goyang badan sang putra mahkota yang ditutupi selimut, tetapi baginda raja tampak amat terkejut. Selimut yang ada di tempat tidur itu disingkapnya, dan ... ternyata sang putra mahkota tidak ada. Yangada hanyalah bantal dan guling yang disusun membujur dan jika diselimuti tampak seperti orang yang sedang tidur berselimut.
Sekarang jelaslah sudah bahwa sang putra mahkota tidak ada di dalam kamar itu. Semua orang heran dan kebingungan. Semua pelayan merasa takut akan mendapat murka dari baginda raja Martapati.
Beginda segera meemrintahkan agar semua pengawal memeriksa seluruh istana. Semua pintu istana supaya ditutup. Baginda mengira bahwa putra mahkota bersembunyi di salah satu kamar di istana. Semua kamar, gudang, dapur dan bahkan kamar kecil diperiksa. Kamar ataupun gudang-gudang yang gelap harus diterangi seterang-terangnya untuk mengetahui apa yang ada di dalamnya.
Putra mahkota memang keluar istana. Ia sudah lama ingin melihat keadaan luar istana. Ia ingin berkumpul dengan rakyat dan ingin mengetahui seluk beluk kehidupan mereka.dan keinginan itu baru kali ini dapat terkabul.
Sejak sore hari putra mahkota tudak dapat tidur. Ia memikirkan bagaimana caranya keluar istana yang dijaga dengan amat ketat itu. Putra makhota sudah bertekat untuk untuk melaksanakan keinginannya malam itu juga. Ia mau keluar dari istana pada tengah malam di waktu para penjaga dan pengawal sedang tertidur nyenyak. Dan sekarang keinginan putra mahkota sudah tercapai. Ia tidak sabar memulai petualangan barunya.
* * *
Putra mahkota terus berjalan kearah timur. Ia sudah melewati daerah-daerah pedesaan. Tetapi, putra mahkota itu belum dapat melihat dengan jelas bentuk rumah-rumah penduduk karena hari masih gelap. Penduduk pada umumnya belum bangun. Satu dua orang sudah ada yang keluar di jalan. Mereka juga membawa beban yang cukup banyak. Beban itu ada yang dijinjing, dipikul, digendong, dan ada pula yang dibawa dengan gerobak. Rupanya mereka sedang menuju pasar untuk menjual barang-barang dan bahan yang mereka hasilkan. Putra mahkota terus berjalan melewati kampung demi kampung. Ia sampai ke sebuah bukit. Sambil duduk di punggung kudanya, ia terus memandang ke arah timur. Tampaklah langit yang berwarna merah menandakan fajar telah menyingsing. Tidak lama lagi matahari terbit. Burung-burung sudah mulai ramai bernyanyi. Dari kejauhan terdengar ayam jantan berkokok bersahut-sahutan.
Keadaan disekitar bukit makin lama makin terang. Putra mahkota merasa amat bahagia. Udara pagi dirasakannya amat sejuk yang membuat badannya menjadi segar. Ia turun dari kudanya dan duduk di atas sebuah batu besar. Disana putra mahkota ingin menanti sampai matahari terbit.
Tidak beberapa lama kemudian, matahari pun terbit. Sinarnya menerangi seluruh tempat. Putra mahkota dapat menyaksikan semua yang ada disekitarnya. Pemandangan yang terbentang di hadapan putra mahkota ternyata amat indah. Dihadapannya ada satu lembah yang amat luas. Lembah itu kelihatannya subur sekali. Sawahnya luas dan penduduk tampaknya hadup makmur. Dari kejauhan, kelihatan bentuk rumah mereka bagus-bagus. Di tengah-tengah lembah itu ada sungai yang airnya berkelok-kelok seperti ular.
Putra mahkota mengagumi semua yang ia saksikan itu. Ia memuji kebesaran Tuhan yang telah menciptakan semua keindahan itu.
Setelah menyaksikan pemandangan yang indah dari atas bukit itu, putra mahkota berjalan menuruni bukit menuju lembah yang subur. Sebentar saja, putra mahkota dan kudanya itu telah melewati daerah persawahan. Di sawah itu, keadaan masih sepi. Para petani belum banyak turuk ke sawah. Di sana-sini sudah ada juga petani yang mulai mencangkul atau membajak sawak.
Di daerah persawahan itu putra mahkota tidak memacu kudanya. Ia sengaja ingin melihat-lihat bagaimana caranya para petani itu mengolah sawah-sawah mereka. Putra mahkota juga ingin melihat apa saja yang ada di daerah persawahan itu.
Agak jauh dihadapannya, putra mahkota melihat sebuah pondok di tengah sawah. Disana ada asap yang sedang mengepul. Putra mahkota tertarik untuk mengunjungi pondok tersebut dan ingin melihat apa yang terjadi di dalam sana. Ia melarikan kudanya dan segera tiba di jalan kecil yang tidak jauh dari pondok itu. Si belang, kuda kesayangan putra mahkota terpaksa berhenti sampai di situ karena untuk terus ke pondok tidak dapat dilewati karena jalannya kecil sekali dan becek.
Putra mahkota turun dari kudanya dan langsung berjalan menuju pondok itu melalui pematang sawah yang becek. Dengan pakaian kerajaan yang dikenakan putra mahkota, pemandangan itu terasa kontras sekali. Pematang itu ternyata kecil dan becek sekali sehingga kaki s ang putra mahkota sudah pebuh lumpur, lumpur itu juga memerciki pakaian putra mahkota. Namun, putra mahkota tidak peduli, dan ia terus berjalan menuju pondok.
Sesampainya di pondok itu, putra mahkota melihat seorang anak laki-laki yang sebaya dengannya. Anak laki-laki itu sedang asyik menghembus-hembuskan api unggun yang apinya tidak mau menyala. Anak laki-laki ini tidak menyadari kedatangan sang putra mahkota. Tiba-tiba ia mendengar orang menyapa,
“Hai, selamat pagi kawan” sapa sang putra mahkota.
Anak laki-laki itu berdiri dan menjawab “Selamat pagi”.
Mereka berpandang-pandangan dan tersenyum. Keduanya mengulurkan tangan, sambil berjabat tangan, anak laki-laki penghuni itu memperkenalkan diri,
“Nama saya Danar”
“Saya Indrapati” jawab tamunya.
Mereka terus berpandangan dan terdiam sejenak.
“Indrapati dari mana?” Danar memulai pembicaraan.
“Saya dari istana”
Mendengar jawaban itu Danar agak terkejut. Ia mundur ke belakang dua langkah. Segera ia teringat akan mimpinya beberapa bulan yang lalu.
Anak laki-laki yang gagah dan berpakaian sangat bagus itu sama persis dengan sosok sang putra mahkota yang ada di dalam mimpinya.
“Jadi...jadi, tuan adalah putra mahkota kerajaan kita ini?” Danar bertanya dengan gugup.
“Danar tidak salah. Tapi bagaimana kau tahu kalau aku putra mahkota kerajaan ini?”
“hamba mengetahuinya dari pakaian Yang mulia putra mahkota” jawab Danar gugup.
“Lalu mengapa kau gugup. Bukankah kau tidak mempunyai kesalahan apapun?” tanya putra mahkota lagi.
“Oh, tidak Yang mulia, ... tidak” Danar makin gugup. Ia membungkuk dan hampir saja berlutut untuk menyembah sang putra mahkota. Tetapi, Danar tidak jadi berlutut dan menyembah karena dicegah oleh sang putra mahkota.
“Jangan begitu Danar. Kita berkawan sekarang. Kita tidak perlu menyembah-menyembah lagi. Yang perlu, kita saling menghormati. Bukankah begitu Danar?”
“Benar, Tuan Putra Mahkota” jawab Danar.
“Ee, jangan memanggil saya dengan putra mahkota. Panggil saja Indra” kata putra mahkota.
“Baiklah, panggil saja saya Danar” kata Danar pula.
Selanjutnya, sang pangeran meminta untuk menginap di rumah Danar. Danar membawanya pulang dan mengenalkannya pada Ibu dan penduduk desa.
Disana, putra mahkota diajak mencari kayu, menggembala kambing, mencangkul di sawah, makan ubi bakar dam sebagainya. Danar juga banyak mengajari hal-hal yang belum pernah dilakukan dan diketahui oleh putra mahkota. Mereka juga sering menceritakan pengalaman masing-masing. Ternyata Danar mempunyai kecerdasan yang tidak kalah dengan pangeran putra mahkota. Mereka sering sekali bertualang dan menemukanhal-hal yang menarik, seperti bersama-sama pergi ke hutan dan menemukan jamur baru yang dapat dimakan. Emreka mambawanya pulang dan meminta pada ibu Danar untuk memasaknya. Ternyata jamur itu enak sekali. Mereka juga sering mandi di sungai dekat air terjun di tengah hutan. Pangeran putra mahkota tidak takut terkena penyakit kulit karena air disana masih sangat bersih dan belum terjamah apapun, suasananya disana juga masih sangat sejuk. Putra mahkota yang belum pernah merasakan mandi di udara terbuka merasa senang sekali. Mereka bermain air hingga sore hari.
Bukan hanya Danar dan ibunya yang senang hati menerima kehadiran sang putra mahkota, tetapi masyarakat desa tempat Danar tinggal juga menyambut putra mahkota dengan sikap ramah dan hormat. Mareka bersikap mafhum atas tingkah laku sang putra mahkota yang kabur dari istana. Mereka menganggap hal itu suatu kewajaran karena pangeran masih muda dan ingin berpetualang untuk menambah pengalaman hidup. Mereka merasa kasihan jika pangeran di masa mudanya hanya terkurung di istana saja.
Rakyat desa menganggap dengan pangeran hidup di lingkungan rakyat jelata seperti mereka, kelak jika pangeran sudah naik tahta menjadi seorang raja, beliau akan menjadi lebih bijaksana. Rakyat desa juga berjanji untuk menjaga dan melindungi putra mahkota mereka. Jadi, tidak akan ada yang menyakiti ataupun berniat jahat kepada putra mahkota, sang putra mahkotapun semakin senang berada di desa itu.
* * *
Berbeda dengan putra mahkota yang baik-baik saja dan berbahagia, keadaan istana menunjukkan hal yang sebaliknya. Semenjak kepergian sang putra mahkota raja begitu sedih. Raja sering merenung sandirian dan bahkan tidak mau makan sama sekali. Permaisuri mencoba membujuk baginda raja untuk memakan makanannya, namun baginda menolak. Berbeda dengan raja, permaisuri bersikap tenang saja karena beliau yakin sang putra mahkota akan kembali, permaisuri kurang setuju dengan tindakan baginda raja yang tidak memperbolehkan putra mahkota keluar istana. Jadi permaisuri merestui kepergian sang pangeran untuk berpetualang.
Keadaan raja makin lama makin memburuk. Bukan hanya saat sadar saja beliau memikirkan putra kesayangannya. Bagindapun sering sekali mengigau tentang pangeran. Akhirnya karena terlalu memikirkan permasalahan tersebut dengan kondisi yang tidak sehat, baginda rajapun jatuh sakit.
* * *
Berita bahwa raja sakit karena memikirkan sang putra mahkota cepat  tersebar ke seluruh pelosok negeri Jayapati, tidak terkecuali desa tempat Danar tinggal. Putra mahkota mendapatkan berita itu dari pedagang yang biasanya perg menjual dagangannya ke kota. Mendengar ayahandanya sakit keras, putra mahkota sangt bersedih. Ia ingin kembali ke istana. Kemudian ia menyampaikan keinginannya kepada Danar, sahabatnya.
“Pergilah wahai saudaraku, baginda raja, ayahmu mungkin sangat merindukanmu” kata Danar.
“Ya, tapi aku ingin kau juga turut bersamaku”
Akhirnya dengan restu ibunya, Danar pergi ke istana mengantarkan sang putra mahkota. Keluarga menyambut kedatangan putra mahkota dengan sangat bersuka cita. Terlebih-lebih sang baginda raja Martapati. Putra mahkota meminta maaf kepada sang raja karena pergi berpetualang tidak pamit. Rajapun memaafkan sang putra mahkota, karena melihat tingkah laku putra mahkota lebih dewasa dan bijaksana. Kesehatan sang rajapun mulai membaik.
Tujuh tahun kemudian raja Martapati mangkat dan putra mahkota Indrapati mewarisi tahta ayahandanya. Setelah menjadi raja, Indrapati kemudian penyuruh pengawal istana untuk menjemput Danar dan ibunya untuk ke  istana. Danar yang sama bijaksana dan cerdasnya dengan Raja Indrapati itu pun diangkat menjadi perdana menteri kerajaan. Dan Ibu Danar diangkat menjadi penasihat kerajaan sekaligus menemani permaisuri. Kerajaan Jayapati pun menjadi semakin aman dan mekmur karena diperintah oleh raja yang sangat bijaksana dan murah hati serta perdana menteri yang cerdas dan penyayang.

No comments:

Post a Comment